TRIBUNNEWS.COM - Umat Muslim sebentar lagi akan menyambut datangnya bulan Ramadhan 2023/1444 Hijriah.
Biasanya, untuk menyambut bulan Ramadhan, umat Muslim mengucapkan kalimat 'Marhaban Ya Ramadhan'.
Namun, sebagian masyarakat belum mengetahui arti Marhaban ya Ramadhan.
Lantas, apa arti Marhaban ya Ramadhan?
Baca juga: Bacaan Doa Menyambut Bulan Ramadhan 2023 dalam Bahasa Arab, Latin Lengkap dengan Terjemahannya
Arti Marhaban Ya Ramadhan
Dalam Kamus Besar Bahasa Indonesia (KBBI), kata marhaban diartikan sebagai "kata seru untuk menyambut atau menghormati tamu (yang berarti selamat datang)".
Ini sama dengan Ahlan Wa Sahlan yang juga dalam kamus diartikan "selamat datang".
Walaupun keduanya berarti "selamat datang" tetapi penggunaannya berbeda.
Melansir dari laman mahkamahagung.go.id, para ulama tidak menggunakan Ahlan Wa Sahlan untuk menyambut datangnya bulan Ramadhan, melainkan mereka menggunakan Marhaban ya Ramadhan.
Marhaban diambil dari kata rahb yang berarti "luas" atau "lapang".
Sehingga kata marhaban menggambarkan bahwa tamu disambut dan diterima lapang dada, penuh kegembiraan serta dipersiapkan baginya ruang yang luas untuk melakukan apa saja yang diinginkannya.
Dari akar kata yang sama dengan marhaban, terbentuk kata rahbat, antara lain berarti "ruangan luas untuk kendaraan, untuk memperoleh perbaikan atau kebutuhan pengendara guna melanjutkan perjalanan".
Baca juga: 6 Keistimewaan Bulan Suci Ramadhan, Diturunkannya Al Quran hingga Dikabulkannya Doa
Marhaban ya Ramadhan berarti "selamat datang Ramadhan" mengandung arti yakni bahwa kita menyambutnya secara lapang dada, penuh kegembiraan, tidak menggerutu dan menganggap kehadirannya tidak mengganggu ketenangan atau suasana nyaman kita.
Kemudian, kata Ramadhan berasal dari akar kata yang berarti "membakar" atau "panas membakar", artinya panas membakar yang menyebabkan kulit menggelupas karena puncak panas dan terik.
Jadi, bulan Ramadhan maknanya dari dalam diri orang berpuasa panas karena lapar dan dahaga, sedangkan di luar panas karena terik matahari.
Dinamai demikian karena pada bulan ini dosa-dosa manusia pupus, di bakar dosa-dosanya agar bersih, habis terbakar, akibat kesadaran, dan amal salehnya.
Bulan Ramadan juga diibaratkan sebagai tanah subur yang siap ditaburi benih-benih kebajikan.
Semua orang dipersilakan untuk menabur, kemudian pada waktunya menuai hasil sesuai benih yang ditanamnya.
(Tribunnews.com/Latifah)