Laporan Wartawan Tribunnews.com, Ilham Rian Pratama
TRIBUNNEWS.COM, JAKARTA - Komisi Pemberantasan Korupsi (KPK) menetapkan Hakim Agung nonaktif Gazalba Saleh sebagai tersangka kasus dugaan penerimaan gratifikasi dan tindak pidana pencucian uang (TPPU).
Penetapan tersangka ini berdasarkan pengembangan dari kasus suap pengurusan perkara di Mahkamah Agung (MA) yang lebih dulu menjerat Gazalba Saleh.
Kepala Bagian Pemberitaan KPK Ali Fikri menjelaskan, berdasarkan penghitungan sementara, pihaknya menduga Gazalba telah menerima gratifikasi sejumlah puluhan miliar rupiah.
Baca juga: Polda Metro Jaya Limpahkan Laporan 9 Hakim MK Terkait Dugaan Pengubahan Putusan ke Bareskrim
Di mana, gratifikasi senilai puluhan miliar dimaksud kemudian oleh Gazalba Saleh diubah dalam bentuk aset.
"Untuk dugaan penerimaan gratifikasi yang kemudian berubah aset, sejauh ini sebagai bukti permulaan sekitar puluhan miliar rupiah," kata Ali dalam keterangannya, Rabu (22/3/2023).
Adapun dalam kasus suap pengurusan perkara, Gazalba Saleh dijerat bersama hakim agung lainnya, yakni Sudrajad Dimyati dan sejumlah ASN di lingkungan MA.
KPK menduga Gazalba Saleh dan Sudrajad Dimyati serta sejumlah pegawai MA menerima suap yang totalnya 822.000 dolar Singapura atau Rp9.382.735.560.
Mereka diduga menerima suap terkait pengaturan vonis kasasi di MA.
Penerimaan suap tersebut terkait dengan dua pengurusan perkara kasasi.
Pertama, terhadap Gazalba Saleh dkk. Diduga Yosep dan Eko memberikan 310.000 dolar Singapura terkait pengurusan perkara kasasi pidana nomor 326K/Pid/2022 atas nama Budiman Gandi Suparman.
Suap diterima Gazalba melalui Desy Yustria, Nurmanto Akmal, dan Redhy Novarisza selaku PNS MA.
Kemudian ada uang 100.000 dolar Singapura yang diterima Gazalba melalui Prasetio Nugroho selaku hakim yustisial atau panitera pengganti MA.
Kedua, Hakim Agung Sudrajad Dimyati diduga menerima suap dari Yosep dan Eko melalui Desy Yustria, Muhajir Habibie selaku PNS MA, dan Elly Tri Pangestuti selaku hakim yustisial atau panitera pengganti MA senilai 200.000 dolar Singapura.
Suap itu agar membatalkan putusan perdamaian homologasi tahun 2015 antara Koperasi KSP Intidana dengan debitur dan memvonis koperasi tersebut pailit.
Sebab KSP Intidana tidak menjalankan putusan soal homologasi.