TRIBUNNEWS.COM - Ketua Umum Partai Demokrat, Agus Harimurti Yudhoyono (AHY) menuding peninjauan kembali (PK) ke Mahkamah Agung (MA) oleh kubu Moeldoko terkait kepengurusan Partai Demokrat adalah upaya untuk menggagalkan Anies Baswedan sebagai Capres 2024.
Tudingan tersebut berdasarkan waktu pengajuan PK oleh kubu Moeldoko pada 3 Maret 2023 lalu atau sehari seusai Partai Demokrat mendeklarasikan Anies sebagai capres.
"Sebulan lalu, tepatnya 3 Maret 2023, kami memperoleh informasi bahwa Kepala Staf Presiden (KSP), Moeldoko dan dokter hewan Jhoni Alan Marbun masih mencoba-coba mengambil alih Partai Demokrat pasca KLB awal-awal dan ilegal yang gagal total pada tahun 2021 yang lalu," ujarnya dalam konferensi pers yang digelar di DPP Partai Demokrat, Senin (3/4/2023) dan ditayangkan di YouTube Agus Harimurti Yudhoyono.
"PK ini bukan tidak mungkin erat kaitannya dengan kepentingan politik pihak tertentu. Tujuannya jelas, menggagalkan pencapresan saudara Anies Baswedan," sambungnya.
Tak hanya itu, AHY juga menuding PK kubu Moeldoko bertujuan untuk membubarkan Koalisi Perubahan.
Baca juga: AHY Sebut Anies Baswedan Tak Dikehendaki Rezim Penguasa
AHY mengungkapkan PK oleh Moeldoko adalah bagian 'ruang gelap' dalam sistem peradilan.
"Ada celah masuknya intervensi politik. Dan jika benar ada intervensi politik dalam kaitan manuver KSP Moeldoko ini, maka keadilan, hukum, dan demokrasi di Indonesia tercinta ini ada dalam keadaan bahaya atau lampu merah," tegasnya.
Di sisi lain, AHY meminta kepada kader Partai Demokrat dan masyarakat Indonesia untuk mengawasi proses PK Moeldoko ini.
Bahkan, untuk menanggapi PK tersebut, AHY telah mengirimkan surat perlindungan Ketua MA, Syarifuddin.
"Mereka ingin menunjukkan soliditas dan satu kesatuan komando dengan Ketua Umum dan Dewan Pimpinan Pusat Partai Demokrat di Jakarta," ujarnya.
Baca juga: AHY Geram Demokrat Dikudeta: Banyak Senior di TNI Malu dengan Perilaku Moeldoko
AHY mengungkapkan ada empat novum atau alat bukti baru yang dibawa ke MA terkait PK yang diajukan.
Namun, sambungnya, empat novum tersebut bukan hal baru.
Hal tersebut lantaran novum yang diajukan telah menjadi bukti di persidangan di PTUN Jakarta dan telah diputus pada 23 November 2021.
"Kami yakin, Gusti Allah mboten sare. Tuhan tidak pernah tidur. Kebenaran yang hakiki, tidak akan pernah bisa dimanipulasi. Jika terhadap perilaku oknum penguasa ini pun, pimpinan negeri diam, dan bahkan cenderung membiarkan, kami juga tidak akan mengeluh," tuturnya.