News

Bisnis

Super Skor

Sport

Seleb

Lifestyle

Travel

Lifestyle

Tribunners

Video

Tribunners

Kilas Kementerian

Images

UU Cipta Kerja

Ketua Dema UIN Jakarta Nilai Pembentukan UU Cipta Kerja Minim Partisipasi Publik

Penulis: muhammad abdillahawang
Editor: Suci BangunDS
AA

Text Sizes

Medium

Large

Larger

Ketua Dema UIN Syarif Hidayatullah Jakarta, Muhammad Abid Al Akbar memberikan kritikan minimnya partisipasi publik dalam pembentukan Undang-Undang oleh DPR karena telah menjadi kultur mereka. Hal itu disampaikannya dalam acara mahasiswa berdialektika (Mahardika) yang ditayangkan oleh YouTube Tribunnews pada Rabu (5/4/2023).

TRIBUNNEWS.COM - Dewan Perwakilan Rakyat (DPR) RI secara resmi telah mengesahkan Perppu 2/2002 tentang Cipta Kerja menjadi Undang-Undang (UU).

Pengesahan itu, diambil dalam Rapat Paripurna ke-19 masa sidang IV tahun sidang 2022-2023 di Kompleks Parlemen, Senayan, Jakarta pada Selasa (21/3/2023).

Namun, Keputusan tersebut menuai banyak penolakan dari berbagai elemen masyarakat, di antaranya adalah buruh dan mahasiswa.

Sementara itu, Ketua Dewan Mahasiswa (Dema) UIN Syarif Hidayatullah Jakarta, Muhammad Abid Al Akbar, mengatakan pembentukan UU Cipta Kerja tersebut minim partisipasi publik.

Hal itu disampaikan Abid dalam acara mahasiswa berdialektika (Mahardika) yang ditayangkan oleh YouTube Tribunnews pada Rabu (5/4/2023).

Terkait minimnya partisipasi publik dalam pembentukan undang-undang, Abid memberikan kritikan bahwa itu sudah menjadi kultur DPR.

Baca juga: Tolak UU Cipta Kerja, ILMISPI Ingatkan Kondisi Indonesia Sedang Tidak Baik-baik Saja

"Sedikit menyinggung partisipasi bermakna yang minim, itu saya kira sudah menjadi kultur di DPR gitu," ucapnya.

"RKUHP, kemudian Cipta Kerja, bahkan nanti mau ada Omnibus Law, hal-hal itu semua sudah menjadi kultur," jelas Abid.

Dia juga mengungkapkan, pemerintah biasanya hanya melakukan sosialisasi tanpa partisipasi dalam merancang sebuah peraturan.

"Pengalaman dari RKUHP kemarin, pemerintah hanya melakukan gimmick sosialisasi ke kampus-kampus, sosialisasi ke masyarakat sipil tanpa ada partisipasi yang bermakna," terangnya.

Makna dari partisipasi bermakna ini adalah hak untuk didengar, hak untuk dimintai kejelasan, dan hak untuk dilibatkan.

Hal itulah yang tidak ada dalam pembentukan UU Cipta kerja, sehingga mendapat gelombang protes dari banyak elemen masyarakat.

Abid juga mengatakan, bahwa takaran kesuksesan DPR itu ketika bisa mengakomodir kehendak dari rakyat.

"Takaran suksesnya DPR itu ketika apa yang disampaikan oleh DPR itu sesuai dengan apa yang dikehendaki oleh rakyat," ujarnya.

Abid menambahkan, tidak ada kebutuhan yang mendesak untuk UU Cipta Kerja tersebut diselesaikan secara cepat.

"Bahkan keputusan Mahkamah Konstitusi (MK) Nomor 91 itu kan perihal cipta kerja mengamanatkan masih ada waktu sampai kalo nggak salah sampai bulan November 2023," jelasnya.

Abid menganggap masih banyak waktu untuk mengkaji dan melibatkan banyak partisipasi masyarakat dalam pembentukan UU Cipta tersebut.

Abdi menilai, UU Cipta Kerja akan membangun ekonomi dengan memudahkan investasi asing, namun hak-hak masyarakat di kalangan bawah pada akhirnya akan tertindas.

"Kita membangun ekonomi yang pada akhirnya hanya mementingkan elit, tidak mementingkan para buruh dan masyarakat menengah ke bawah," tegasnya.

Ketua Dema UIN Syarif Hidayatullah Jakarta, M Abid Al Akbar mengatakan pembentukan Undang-Undang Cipta Kerja minim partisipasi publik

Baca juga: Redam Pro-Kontra, Anggota DPR: Manfaat UU Cipta Kerja Harus Terus Dikabarkan ke Masyarakat

Dia juga memberikan contoh terkait upah minimum yang pada akhirnya diatur oleh bupati atau gubernur dengan indeks tertentu yang subjektif.

"Lagi-lagi memang kita bersandar pada subjektivitas pemerintah, tapi pemerintah harus memberikan alasan yang logic dan reasonable (wajar)," ujar Abid.

Ketua Dema UIN Syarif Hidayatullah Jakarta tersebut, ingin menggaris bawahi terkait pernyataan presiden tentang kegentingan mendesak, namun hal tersebut bertentangan dengan apa yang disampaikan oleh di lingkaran Istana.

"Bu Sri Mulyani itu menyampaikan bulan November, Desember bahwa kita tidak akan terjebak dalam resesi ekonomi dan data menunjukan itu," ujarnya.

"Tapi presiden menyampaikan bahwa kegentingan yang mendesak dan lain sebagainya, itu yang menurut saya menjadi kontradiksi antara pemerintah dalam mengeluarkan Perppu Cipta Kerja ini," tambah Abid.

Sementara itu, gelombang demonstrasi penolakan UU Cipta Kerja langsung di Gedung DPR RI Jakarta juga sudah berulang kali dilakukan oleh berbagai elemen masyarakat.

"Kalau di Jakarta sendiri kita itu sudah demonstrasi sebanyak lebih dari lima kali," ungkapnya.

Dalam kesempatan itu, Abid juga mengatakan bahwa pemerintah memiliki semua alat untuk mencapai tujuannya.

"Kita lihat hari ini lah, Yudikatif, Legislatif, Eksekutif, semuanya dalam satu benang merah yang sama."

"Ketua MK ada benang merahnya dengan pak presiden," jelas Abid.

Abid juga menegaskan, meskipun UU Cipta Kerja akan memudahkan investasi asing, namun sejauh mana investasi tersebut dapat dirasakan oleh masyarakat menengah ke bawah.

(Tribunnews.com/Muhammad Abdillah Awang)

Simak berita lainnya terkait UU Cipta Kerja

Dapatkan Berita Pilihan
di WhatsApp Anda

Berita Populer

Berita Terkini