Laporan Wartawan Tribunnews.com Rahmat W. Nugraha
TRIBUNNEWS.COM, JAKARTA - Pengamat politik sekaligus pendiri Lingkar Madani Indonesia (Lima) Ray Rangkuti menilai putusan Bawaslu mengkhawatirkan terkait aksi bagi amplop berlogo PDIP di masjid bukan pelanggaran Pemilu.
"Ambyar kata ini layak disematkan terhadap putusan Bawaslu terkait dengan dugaan pugaan politik uang. Kemudian penggunaan rumah ibadah untuk keperluan politik di Sumenep, Madura, Jawa Timur," kata Ray kepada Tribunnews.com, Jumat (7/4/2023).
Ray melanjutkan mengapa demikian, pertama proses pengusutan kesimpulan membutuhkan 10 hari sejak kasus mencuat ke publik. Dan setidaknya 7 hari masa kerja.
"Waktu yang cukup lama untuk menuntaskan kasus yang sebenarnya terang benderang, apalagi dengan kesimpulan sama sekali tidak ada pelanggaran apapun dari dua jenis dugaan pelanggaran yang dimaksud," kata Ray.
Ray menilai mengkhawatirkan cara kerja Bawaslu untuk bisa sigap menyelesaikan kasus dugaan pelanggaran jika menangani kasus yang terang benderang pun, Bawaslu menghabiskan masa mingguan.
Baca juga: Keputusan Bawaslu soal Kasus Bagi-bagi Amplop PDIP di Sumenep Dinilai Bakal Jadi Preseden Buruk
"Kedua bahwa tidak ditemukan pelanggaran apapun dalam peristiwa yang dimaksud. Baik dugaan adanya praktek politik uang maupun penggunaan rumah ibadah untuk kepentingan politik," sambungnya.
Menurut Ray jika alasan yang digunakan Bawaslu karena belum masuk masa kampanye. Jika hal ini yang jadi alasan, apa gerangan yang membuat perkara ini membutuhkan 10 hari untuk menuntaskannya.
"Karena jelas-jelas memang saat ini belum ada masa kampanye. Dan jika berdasar ini, maka apapun yang dilakukan oleh partai, caleg atau umumnya peserta pemilu tidak dapat dihukum sebagai tindakan melanggar," kata Ray.
Adapun sebelumnya Badan Pengawas Pemilu (Bawaslu) RI menyimpulkan kegiatan bagi-bagi amplop berlogo PDIP dalam sebuah masjid di Sumenep, Jawa Timur, bukan sebagai sebuah pelanggaran pemilu.
Ketua Bawaslu RI dalam konferensi pers di Kantor Bawaslu RI, Jakarta, Kamis (6/4/2023), menjelaskan aksi bagi amplop tersebut tidak masuk kategori pelanggaran pemilu karena saat ini secara hukum, jadwal kampanye belum dimulai.
"Berdasarkan Peraturan KPU Nomor 3 Tahun 2022 tentang Tahapan dan Jadwal Pemilu Tahun 2024, kampanye pemilu baru akan dimulai pada 28 November 2023 hingga 10 Februari 2024," kata Bagja.
Kemudian, lanjut Bagja, PDIP adalah Partai Politik Peserta Pemilu 2024 yang dapat dikategorikan sebagai subyek hukum.
Namun berdasarkan fakta hasil penelusuran, peristiwa yang terjadi dilakukan atas dasar inisiatif personal, dalam hal ini Said Abdullah selaku kader partai, bukan keputusan PDIP.
Dengan pertimbangan tersebut, peristiwa yang terjadi tidak dapat dikategorikan sebagai pelanggaran sosialisasi sebagaimana diatur
dalam Pasal 25 Peraturan KPU Nomor 33 Tahun 2018.
"Said Abdullah meskipun sebagai pengurus atau anggota Partai Demokrasi Indonesia Perjuangan
dan sebagai anggota DPR, namun yang bersangkutan bukan merupakan kandidat atau calon apapun dalam Pemilu 2024," jelas Bagja.
"Hal tersebut karena tahapan pemilu belum memasuki tahapan