Laporan Reporter Tribunnews.com, Reza Deni
TRIBUNNEWS.COM, JAKARTA - Kementerian Dalam Negeri (Kemendagri) memastikan penyelenggaraan pemerintahan dan pembangunan di Kabupaten Kepulauan Meranti tetap berjalan usai ditetapkannya status tersangka kepada Bupati Kepulauan Meranti Muhammad Adil oleh Komisi Pemberantasan Korupsi (KPK).
Kepala Pusat Penerangan (Kapuspen) Kemendagri Benni Irwan dalam keterangannya mengatakan, tugas penyelenggaraan pemerintahan Kabupaten Kepulauan Meranti nantinya akan dipimpin oleh Wakil Bupati Kepulauan Meranti Asmar.
Hal ini sebagaimana telah diatur dalam Pasal 65 ayat (3) Undang-Undang (UU) Nomor 23 Tahun 2014 tentang Pemerintahan Daerah.
“Berdasarkan Pasal 65 ayat (3) Undang-Undang Nomor 23 Tahun 2014, Kepala Daerah yang sedang menjalani masa tahanan dilarang melaksanakan tugas dan kewenangannya,” ujar Benni dalam keterangan yang diterima, Sabtu (8/4/2023).
Baca juga: Bupati Kepulauan Meranti Ditahan KPK, Kemendagri: Penyelenggara Pemerintahan Diganti Wakil Bupati
Benni mengatakan, lebih lanjut juga diatur pada ayat (4) Pasal 65 UU Nomor 23 Tahun 2014.
Di dalamnya disebutkan, bahwa dalam hal kepala daerah sedang menjalani masa tahanan sebagaimana dimaksud pada ayat (3) atau berhalangan sementara, wakil kepala daerah melaksanakan tugas dan wewenang kepala daerah.
“Jadi untuk memastikan jalannya pemerintahan dan pembangunan di Kabupaten Kepulauan Meranti, maka wakil kepala daerah akan melaksanakan tugas dan kewenangan kepala daerah atau Plt. kepala daerah,” kata Benni.
Benni mengungkapkan, Kemendagri menyesalkan terjadinya penangkapan terhadap Bupati Kepulauan Meranti yang menambah kasus Operasi Tangkap Tangan (OTT) terhadap kepala daerah.
Pasalnya, kata Benni, Menteri Dalam Negeri (Mendagri) Muhammad Tito Karnavian telah berulang kali mengingatkan kepala daerah agar berhati-hati dan menjauhkan diri dari tindakan yang berpotensi menimbulkan masalah hukum.
Soal kasus tersebut, Benni mengatakan, Kemendagri akan menghormati dan mengikuti proses penegakan hukum oleh KPK.
Diketahui Komisi Pemberantasan Korupsi (KPK) telah menetapkan tiga orang tersangka dalam kasus suap Bupati Meranti.
Wakil Ketua KPK Alexander Mawarta mengatakan, dari 28 orang yang diamankan lembaga antirasua itu, ada tiga orang yang ditetapkan tersangka.
"Pada kesempatan ini KPK telah menetapkan tiga orang tersangka," kata Alex, dalam konferensi pers, Jumat (7/4/2023).
Adapun ketiga tersangka itu, yakni Bupati Meranti Muhammad Adil, Fitria Nengsih selaku Kepala BPKAD Pemkab Kepulauan Meranti, dan M Fahmi Aressa selaku Pemeriksa Muda BPK Perwakilan Riau.
Alex menuturkan terhadap ketiga tersangka dilakukan penahanan.
"Terkait kebutuhan penyidikan para tersangka dilakukan penahanan oleh tim penyidik. Masing-masing selama 20 hari pertama, terhitung mulai hari ini, tanggal 7 April 2023 sampai dengan 26 April 2023," ungkapnya.
Adapun tersangka Muhammad Adil dan Fitria Nengsih ditahan di rutan KPK Gedung Merah Putih.
Sedangkan, M Fahmi Aressa ditahan di Rutan KPK pada Pomdam Jaya Guntur.
Atas perbuatannya, tersangka Muhammad Adil sebagai penerima suap dijerat pasal 12 huruf f atau Pasal 12 huruf a atau Pasal
12 huruf b atau Pasal 11 Undang-Undang Nomor 31 Tahun 1999 tentang Pemberantasan Tindak Pidana Korupsi sebagaimana telah diubah dengan Undang-Undang Nomor 20 Tahun 2001 tentang Perubahan Atas Undang-Undang Nomor 31 Tahun 1999 tentang Pemberantasan Tindak Pidana Korupsi.
Selain itu, MA juga dijerat Pasal 5 ayat (1) huruf a atau Pasal 5 ayat (1) huruf b atau Pasal 13 Undang-Undang Nomor 31 Tahun 1999 tentang Pemberantasan Tindak Pidana Korupsi sebagaimana telah diubah dengan Undang-Undang Nomor 20 Tahun 2001 tentang Perubahan Atas Undang-Undang Nomor 31 Tahun 1999 tentang Pemberantasan Tindak Pidana Korupsi Jo Pasal 55 ayat (1) ke 1 KUHP.
Selanjutnya, tersangka Fitria Nengsih sebagai pemberi dijeray Pasal 5 ayat (1) huruf a atau Pasal 5 ayat (1) huruf b atau Pasal 13 Undang-Undang Nomor 31 Tahun 1999 tentang Pemberantasan Tindak Pidana Korupsi sebagaimana telah diubah dengan Undang-Undang Nomor 20 Tahun 2001 tentang Perubahan Atas Undang-Undang Nomor 31 Tahun 1999 tentang Pemberantasan Tindak Pidana Korupsi.
Kemudian, tersangka M Fahmi Aressa sebagai penerima melanggar Pasal 12 huruf a atau Pasal 12 huruf b atau Pasal 11 dan Undang-Undang Nomor 31 Tahun 1999 tentang Pemberantasan Tindak Pidana Korupsi sebagaimana telah diubah dengan Undang-Undang Nomor 20 Tahun 2001 tentang Perubahan Atas Undang-Undang Nomor 31 Tahun 1999 tentang Pemberantasan Tindak Pidana Korupsi.