Laporan Wartawan Tribunnews.com, Ilham Rian Pratama
TRIBUNNEWS.COM, JAKARTA - Komisi Pemberantasan Korupsi (KPK) mencegah 10 orang dalam penyidikan kasus dugaan suap fee jasa travel umrah, dan "peng-kondisian" pemeriksaan keuangan tahun 2022 di lingkungan Pemerintah Kabupaten Kepulauan Meranti, Provinsi Riau.
Delapan di antaranya adalah pegawai Badan Pemeriksa Keuangan (BPK) Perwakilan Riau dan dua orang lagi berasal dari unsur swasta.
"Dengan diperlukannya keterangan berbagai pihak sebagai saksi untuk menguatkan pembuktian unsur-unsur pasal dugaan suap yang diterima tersangka MA (Muhammad Adil, Bupati nonaktif Kepulauan Meranti, red) dkk, maka KPK mengajukan cegah untuk tetap berada di wilayah Indonesia," ujar Kepala Bagian Pemberitaan KPK Ali Fikri, Senin (15/5/2023).
Berdasarkan penghimpunan informasi, delapan pegawai BPK Perwakilan Riau yang dicegah bepergian ke luar antara lain, Ruslan Ependi, Odipong Sep, Dian Anugrah, Naldo Jauhari Pratama, Aidel Bisri, Feri Irfan, Brahmantyo Dwi Wahyuono, dan Salomo Franky Pangondian.
Baca juga: Kasus Suap Bupati Kepulauan Meranti, KPK Periksa Bos Tanur Muthmainnah Reza Pahlevi
Sementara dua pihak swasta yaitu, Findi Handoko dan Ayu Diah Ramadani.
Ali mengatakan 10 orang telah masuk daftar cegah di Direktorat Jenderal Imigrasi Kemenkumham sejak 10 Mei 2023.
Pencegahan enam bulan pertama ini dapat dilanjutkan sesuai dengan kebutuhan proses penyidikan.
"KPK mengharapkan sikap kooperatif dari para pihak tersebut untuk hadir dalam setiap penjadwalan pemanggilan yang disampaikan tim penyidik," kata Ali.
Sebagaimana diketahui, Bupati Kepulauan Meranti M Adil terjerat Operasi Tangkap Tangan (OTT) KPK, Kamis (6/4/2023) malam.
Setelah menjalani pemeriksaan penyidik KPK, Adil ditetapkan sebagai tersangka kasus dugaan korupsi.
KPK juga menetapkan Kepala BPKAD Meranti Fitria Ningsih dan M Fahmi Aressa selaku auditor BPK Perwakilan Riau sebagai tersangka.
Penyidik KPK telah menemukan bukti bahwa Adil menerima uang sekira Rp26,1 miliar dari berbagai pihak.
Adil diduga memerintahkan para Kepala Satuan Kerja Perangkat Daerah (SKPD) untuk memotong anggaran sebesar 5 hingga 10 persen.