News

Bisnis

Super Skor

Sport

Seleb

Lifestyle

Travel

Lifestyle

Tribunners

Video

Tribunners

Kilas Kementerian

Images

Rekening Pejabat Pajak

Bentuk Satgas Transaksi Rp349 Triliun, Komite TPPU Mulai Dari Kasus Terkait Impor Emas di Bea Cukai

Penulis: Gita Irawan
Editor: Johnson Simanjuntak
AA

Text Sizes

Medium

Large

Larger

Menkopolhukam yang juga Ketua Komite Koordinasi Nasional Pencegahan dan Pemberantasan Tindak Pidana Pencucian Uang (Komite TPPU) Mahfud MD (tengah) didampingi Menteri Keuangan Sri Mulyani (kiri) dan Kepala PPATK Ivan Yustiavandana (kanan) memberikan keterangan usai pertemuan tertutup membahas penanganan transaksi keuangan mencurigakan dengan nilai agregat Rp 349,87 triliun, di kantor PPATK, Jakarta, Senin (10/4/2023). Dalam keterangannya, Mahfud MD menegaskan tidak ada perbedaan data yang disampaikan Menko Polhukam sebagai Ketua Komite TPPU dengan yang disampaikan Menteri Keuangan terkait transaksi mencurigakan senilai Rp 349 triliun dan selain itu, Komite TPPU akan membentuk tim gabungan atau satuan tugas (satgas) untuk menindaklanjuti transaksi janggal Rp 349,87 triliun di Kementerian Keuangan (Kemenkeu). TRIBUNNEWS/IRWAN RISMAWAN

TRIBUNNEWS.COM, JAKARTA - Menteri Koordinator Bidang Politik Hukum dan Keamanan Mahfud MD selaku Ketua Komite Koordinasi Nasional Pencegahan dan Pemberantasan Tindak Pidana Pencucian Uang (Komite TPPU) mengatakan Komite TPPU akan segera membentuk Tim Gabungan atau Satgas.

Satgas tersebut, kata Mahfud, akan melakukan supervisi untuk menindaklanjuti transaksi mencurigakan atau keseluruhan Laporan Hasil Analisis (LHA) atau Laporan Hasil Pemeriksaan (LHP) dengan nilai agregat Rp 349 triliun lebih dengan melakukan case building atau membangun kasus dari awal.

Tim Gabungan atau Satgas tersebut, kata Mahfud, akan melibatkan PPATK, Ditjen Pajak, Ditjen Bea dan Cukai, Bareskrim Polri, Pidsus Kejagung, Bidang Pengawasan OJK, BIN, dan Kemenko Polhukam.

Hal tersebut disampaikannya usai memimpin rapat Komite TPPU di kantor PPATK Jakarta pada Senin (10/4/2023).

"Komite akan melakukan case building dengan memprioritaskan LHP yang bernilai paling besar karena telah menjadi perhatian masyarakat. Yakni akan dimulai dengan LHP senilai agregat lebih dari Rp189 triliun," kata Mahfud.

"Komite dan Tim Gabungan atau Satgas akan bekerja secara profesional, transparan, dan akuntabel," sambung dia.

Kasus tersebut diketahui terkait dugaan TPPU di Bea Cukai menyangkut impor emas dengan nilai transaksi agregat lebih dari Rp189 triliun.

Ia menegaskan Komite TPPU akan mengejar lagi kasus tersebut.

Mahfud mengatakan Laporan Hasil Pemeriksaan (LHP) dengan nilai transaksi agregat senilai sekira Rp 189 triliun yang disampaikannya di Komisi III DPR pada 29 Maret 2023 dan dijelaskan Menteri Keuangan di Komisi XI DPR tanggal 27 Maret 2023 tersebut telah dilakukan langkah hukum terhadap Tindak Pidana Asal dan TPPU-nya.

Langkah hukum tersebut, kata Mahfud, telah menghasilkan putusan pengadilan hingga Peninjauan Kembali (PK).

"Namun Komite memutuskan untuk tetap melakukan tindak lanjut termasuk hal-hal yang selama ini belum masuk ke dalam proses hukum (case building)
oleh Kementerian Keuangan," kata Mahfud.

Diberitakan Kompas.com sebelumnya Menteri Koordinator Bidang Politik, Hukum, dan Keamanan (Menkopolhukam) Mahfud MD mengungkapkan dugaan tindak pidana pencucian uang (TPPU) senilai Rp 189 triliun di Direktorat Bea Cukai Kementerian Keuangan (Kemenkeu).

Ia mengatakan, dugaan pencucian uang itu terkait impor emas batangan ke Indonesia.

"Impor emas batangan yang mahal-mahal itu, tapi di dalam surat cukainya itu dibilang emas mentah. Diperiksa oleh PPATK, diselidiki, ‘Mana kamu kan emasnya sudah jadi kok bilang emas mentah?’," sebut Mahfud dalam rapat kerja dengan Komisi III DPR RI di Kompleks Parlemen Senayan, Jakarta, Rabu (29/3/2023).

Baca juga: Komite TPPU Tegaskan Tidak Ada Beda Data Mahfud MD dan Sri Mulyani Soal Transaksi Rp349 Triliun

Dalam proses penyelidikan, lanjut Mahfud, pihak bea cukai sempat berdalih bahwa impor yang dilakukan bukan emas batangan, tetapi emas murni.

Kemudian, emas murni tersebut dicetak melalui berbagai perusahaan di Surabaya, Jawa Timur. 

Tapi, Pusat Pelaporan dan Analisis Transaksi Keuangan (PPATK) tidak menemukan keberadaan perusahaan yang dimaksud.

“Dicari di Surabaya tidak ada pabriknya,” ujar Mahfud. Ia menyatakan dugaan pencucian uang itu pernah diserahkan ke Kemenkeu oleh PPATK pada tahun 2017.

Kala itu Laporan kejanggalan transaksi keuangan itu langsung diberikan melalui Dirjen Bea Cukai, dan Irjen Kemenkeu bersama dua orang lain.

Tapi, tutur Mahfud, hingga tahun 2020 laporan tak pernah ditindaklanjuti oleh Kemenkeu. 

Maka, dugaan pencucian uang itu baru diketahui Sri Mulyani saat bertemu PPATK pada 14 Maret 2022. 

Itu pun, data yang sampai ke Sri Mulyani adalah soal pelanggaran pajak perusahaan, bukan dugaan pencucian uang di Direktorat Bea Cukai.

“Sehingga ketika diteliti (pihak Kemenkeu) ‘Oh ini perusahaannya banyak hartanya, pajaknya kurang,’. Padahal ini (dugaan pencucian uang) cukai laporannya,” pungkasnya.

Dapatkan Berita Pilihan
di WhatsApp Anda

Berita Populer

Berita Terkini