Pertama, dua alat bukti penetapan Teddy sebagai tersangka hanya berdasarkan keterangan saksi yang juga tersangka.
"Alat bukti elektronik berupa percakapan WhatsApp yang berasal dari hasil ekstraksi handphone milik tersangka lain, jadi bukan handphone milik saya."
"Bukti percakapan percakapan WhatsApp diperoleh dengan cara yang melanggar ketentuan Pasal 6 Undang-undang ITE di mana tidak dilakukan proses uji digital forensik sesuai dengan SOP yang benar yang menghasilkan alat bukti surat berupa hasil uji laboratorium digital forensik yang utuh dan tidak terpotong-potong," jelas Teddy Minahasa dalam nota pembelaan atau pleidoi yang dibacakan di Pengadilan Negeri (PN) Jakarta Barat, Kamis (13/4/2023) dikutip dari Kompas Tv.
Apalagi, lanjut Teddy, ada pihak yang meminta petugas memotong-motong percakapan WhatsApp-nya.
"Kesaksian ahli digital forensik di Polda Metro Jaya, alasan memotong-motong hasil uji digital forensik adalah karena hasil koordinasi dengan penyidik dan berdasarkan laporan kemajuan, ini artinya bahwa konstruksi berpikir ahli digital forensik dan petugas laboratorium forensik adalah sesuai dengan dalam 'pesanan'.
"Seharusnya hasil laboratorium disajikan secara utuh, kemudian penyidik yang berwenang mengambil sampling bercakapan yang diperlukan, tetapi yang terjadi justru sebaliknya, jadi sejak laboratorium sudah dipotong-potong, sesuai dengan pesanan penyidik," kata Teddy.
Kedua, Teddy mempertanyakan dasar rilis yang mengatakan dirinya positif narkoba dan apa pula yang menjadi dasar untuk meralat bahwa dirinya negatif narkoba.
"Sebab hasil uji laboratorium atas sampel darah rambut dan urine saya itu dikeluarkan oleh laboratorium forensik pada 27 Oktober 2022."
"Sementara Humas Polri saat itu Irjen Pol Dedi Prasetyo merilis bahwa saya positif narkoba pada tanggal 14 Oktober 2022," ujar Teddy.
Karena itu, Teddy Minahasa berharap majelis hakim dapat mempertimbangkan fakta tersebut dan memberikan vonis yang adil baginya.
Adapun Jaksa Penuntut Umum (JPU) telah menuntut terdakwa kasus peredaran narkoba, mantan Kapolda Sumatera Barat, Teddy Minahasa, dengan pidana hukuman mati.
Menurut JPU, Teddy Minahasa terbukti terlibat dalam proses transaksi, penjualan hingga menikmati hasil penjualan sabu.
Sumber: Kompas.TV/Tribunnews.com