TRIBUNNEWS.COM - Gerhana matahari hibrida dapat diamati di Indonesia pada akan 20 April 2023 nanti.
Hal itu diungkapkan oleh Kepala Pusat Riset Antariksa Badan Riset dan Inovasi Nasional (BRIN), Emanuel Sungging.
Dia menyebut gerhana matahari hibrida tersebut nantinya akan berlangsung selama 3 jam 5 menit.
"Mulai dari durasi kontak awal hingga akhir jika diamati dari Biak, dengan durasi fase tertutup total 58 detik," ujar Emanuel, dikutip dari brin.go.id.
Namun, fenomena gerhana matahari hibrida itu jika diamati dari Jakarta, persentase tertutupnya hanya sebesar 39 persen.
Fenomena langka tersebut, menurut Emanuel bisa dimanfaatkan untuk penelitian menggunakan disiplin ilmu lain.
"Peneliti dari disiplin ilmu hayati dapat ikut meneliti apakah ada pengaruh proses terjadinya gerhana matahari terhadap perilaku makhluk hidup baik itu tumbuhan atau hewan," terangnya.
"Selain itu seperti di bidang ilmu sosial, peneliti di bidang tersebut juga dapat melakukan penelitian etnoastronomis, terkait bagaimana budaya yang timbul di masyarakat terkait adanya gerhana matahari hibrida," tambahnya.
Baca juga: Gerhana Matahari Hibrida Terjadi pada 20 April 2023 Mendatang, Termasuk Fenomena yang Cukup Langka
Emanuel Sungging dan timnya akan melakukan pengamatan di Biak Numfor yang berada tepat di lintasan gerhana matahari.
Dia mengatakan akan melakukan tiga hal bersama timnya, yaitu:
1. Riset terkait korona,
2. Dampak gerhana pada ionosfer,
3. Perubahan kecerlangan.
"Untuk mengukur korona akan menggunakan indeks flattening Ludendorf agar dapat melihat bentuk dan struktur korona. Nilai indeks yang dihasilkan akan diturunkan untuk mengidentifikasi aktivitas magnetik dan memprediksi siklus matahari," ujarnya.