TRIBUNNEWS.COM, JAKARTA – Mantan Menteri Kehutanan MS Kaban menilai, kasus pengadilan sesat yang menimpa Sengkon dan Karta di Bekasi, Jawa Barat, tahun 1977 lalu kini terulang pada Adelin Lis, sehingga ia minta Mahkamah Agung (MA) membebaskannya bilamana mantan Direktur Keuangan PT Keang Nam Developmen Indonesia dan PT Mujur Timber itu kembali mengajukan Peninjauan Kembali (PK) ke MA.
“Menurut saya, orang ini tidak ada salahnya, perusahaan dia juga tidak ada salahnya, sehingga mestinya dibebaskan,” kata MS Kaban dalam “podcast” dengan “host” Chief Executive Officer (CEO) Lembaga Kajian Anak Bangsa (LKAB) Rudi S Kamri yang tayang di kanal YouTube KAB TV, Selasa (18/4/2023).
PT Keang Nam, kata Kaban, adalah perusahaan yang 49 persen sahamnya dimiliki BUMN, yakni PT Inhutani IV.
Polisi, kata Kaban, sudah beberapa kali masuk ke wilayah konsesi hutan yang dimiliki perusahaan tersebut, namun tak pernah ditemukan tindak pidananya.
“Tapi entah karena apa kemudian Adelin Lis menjadi pesakitan. Saya juga kaget,” cetus mantan Ketua Umum Partai Bulan Bintang (PBB) itu yang mengaku tidak mengenal Adelin Lis secara pribadi.
Baca juga: Dieksekusi, Pembalak Hutan Adelin Lis Menghuni Penjara Maximum Security
Padahal waktu itu, kata Menteri Kehutanan periode 2004-2009 ini, pihaknya sudah menerangkan di dalam sebuah surat bahwa penebangan yang dilakukan Adelin Lis, yang kemudian disebut sebagai “illegal logging”, tidak ada pelanggaran apa pun yang dilakukannya.
“Izin menebang dia punya, izin perusahaan dia juga punya. Bahwa dia menebang di luar blok yang masuk RKT (Rencana Kerja Tahunan), itu boleh-boleh saja, karena untuk memenuhi kuota dari pemerintah. Kalaupun ada pelanggaran di luar RKT, namun masih dalam wilayah konsesi, sanksinya hanya administrative berupa denda, bukan sanksi pidana,” jelasnya.
Kaban lalu menyebut yang dimaksud “illegal logging” atau pembalakan liar dalam Undang-Undang (UU) No 40 Tahun 1999 tentang Kehutanan, serta Instruksi Presiden (Inpres) No 4 Tahun 2005 tentang Pemberantasan Penebangan Kayu Ilegal di Kawasan Hutan dan Peredarannya di Seluruh Wilayan Republik Indonesia.
“Yang dimaksud ‘illegal logging’ dalam UU No 40/1999 dan Inpres No 4/2005 adalah apabila penebangan itu dilakukan tanpa izin dari pemerintah. Inia da izin kok. Persusahaan dia juga ada izin. Jadi apanya yang salah? Saya juga heran,” tegas Kaban.
Baca juga: Rugikan Industri Pelayaran, KLH Ajak Pengusaha Ikut Cegah Illegal Logging
Sebab itu, kata Kaban, jika nanti Adelin Lis atau keluarganya mengajukan PK lagi ke MA, maka itu kesempatan bagi MA untuk memperbaiki keputusannya terdahulu yang menghukum Adelin Lis 10 tahun penjara. “Jangan sampai pengadilan sesat yang menimpa Sengkon-Karta terjadi pada Adelin Lis,” tandasnya.
Alkisah, sebuah perampokan dan pembunuhan menimpa pasangan suami-istri Sulaiman-Siti Haya di Desa Bojongsari, Bekasi, Jabar, tahun 1974.
Beberapa saat kemudian polisi menciduk Sengkon dan Karta, dan menetapkan keduanya sebagai tersangka. Sengkon dan Karta adalah petani dari Desa Bojongsari.
Keduanya dituduh merampok dan membunuh pasangan Sulaiman-Siti Haya. Tak merasa bersalah, Sengkon dan Karta semula menolak menandatangani berita acara pemeriksaan. Tapi lantaran tak tahan menerima siksaan polisi, keduanya lalu menyerah.
Hakim Djurnetty Soetrisno lebih memercayai cerita polisi ketimbang bantahan kedua terdakwa. Maka pada Oktober 1977, Sengkon divonis 12 tahun penjara, dan Karta 7 tahun penjara. Putusan itu dikuatkan Pengadilan Tinggi Jawa Barat.
Baca juga: Babak Baru Kasus Adelin Lis Coba Diungkap Rudi S Kamri