TRIBUNNEWS.COM, JAKARTA - Dalam beberapa hari terakhir ramai isu di media sosial soal koalisi partai politik (parpol) pendukung bakal calon presiden Anies Baswedan yang sedang goyang.
Salah satunya akun twitter aktivis media sosial Denny Siregar @Dennysiregar7 yang meyebut kemungkinan Partai NasDem akan merapat ke Partai Gerindra.
Seperti diketahui, saat ini Anies Baswedan akan diusung tiga parpol maju di Pilpres yakni Partai NasDem, Partai Demokrat, dan PKS dengan nama Koalisi Perubahan.
PKS dan beberapa kader NasDem tampaknya kurang setuju dengan usulan Demokrat yang menyodorkan Ketua Umum Demokrat AHY sebagai cawapres Anies Baswedan.
Suasana dukungan kepada capres belakangan ini pun masih belum pasti.
Partai Golkar dan PKB juga mulai merapat ke Demokrat.
Bahkan Ketua Umum Partai Kebangkitan Bangsa (PKB) Muhaimin Iskandar atau Cak Imin menemui Ketua Majelis Tinggi Partai Demokrat Susilo Bambang Yudhoyono (SBY) tadi malam.
Dia berharap bisa mengajak Partai Demokrat gabung koalisi besar.
Baca juga: Wacana Duet Prabowo-Airlangga di Pilpres 2024, Begini Respons Golkar
Zulhas Sebut KoalisiPerubahan Goyang
Ketua Umum Partai Amanat Nasional (PAN) Zulkifli Hasan menyebut, Koalisi Perubahan untuk Persatuan yang telah resmi mendukung Anies Baswedan sebagai bakal capres di Pilpres 2024 sedang goyang.
Koalisi Perubahan untuk Persatuan itu terdiri dari Partai Nasdem, PKS dan Demokrat.
"Capres ini sudah kelihatan, ada tiga. Ada Anies (diusung) Nasdem, PKS, Demokrat, tapi lagi begini (goyang)," kata pria yang karib disapa Zulhas itu sembari menggoyangkan tangannya saat menjawab pertanyaan wartawan seperti dikutip dari Kompas.TV, Rabu (3/5/2023).
Ia menyatakan hingga saat ini PAN belum menentukan sikap politik siapa bakal capres yang akan diusung walaupun PPP yang termasuk dalam Koalisi Indonesia Bersatu (KIB) telah resmi mendukung Ganjar Pranowo di pesta demokrasi nanti.
"Yah, tentu nanti akan dilanjutkan dengan pertemuan partai politik antarketua partai, antar capres. Tetapi garis besarnya itu, kita melanjutkan komitmen kebangsaan untuk kemajuan NKRI," ujarnya.
Menurutnya, menentukan capres dan cawapres tidak mudah karena berbagai kepentingan yang dinamis dan irama politik terus bergerak.
Selain itu, Partai Golkar telah jauh hari menentukan capresnya yaitu Airlangga Hartarto pada hasil Musyawarah Nasional (Munas).
"Jadi enggak mudah memang ini. Oleh karena itu, hari-hari ini, partai-partai (belum menentukan). Karena Golkar ada hasil Munas juga menekankan harus jadi capres, paling kurang cawapres."
"Cuman kan enggak mudah, kita mau tapi orang tidak mau, itu kan repot," ujarnya.
Meski begitu, kata Zulhas, dinamika politik akan terus berkembang dan semakin cair.
Walaupun nantinya muncul keadaan terpaksa pada momen tertentu sehingga PAN mau tidak mau akan menentukan sikap politiknya, tapi sejauh ini belum ditentukan.
"Ada yang mau, tapi kita yang nggak mau, sampai nanti keadaan terpaksa. Kalau terpaksa, yah lain lagi, tunggu keadaan terpaksa itu, nunggu waktu mepet. Oleh karena itu, kita tidak usah terburu-buru seperti teman kita PPP, kita lihat aja nanti," katanya.
Saat ditanyakan apa tujuan dari pertemuan Ketua Umum enam partai besar seperti PAN, Golkar, Gerindra, PKB, PPP, PDI-P di Istana Kepresidenan kemarin, Zulhas mengatakan pertemuan itu direncanakan setelah sebelumnya ada pertemuan koalisi pemerintah di kantor PAN dan belum mengarah ke koalisi besar tapi hanya dibahas kemajuan bangsa.
Duet Prabowo-Anies Muncul
Sementara itu, Pengamat Politik Ujang Komarudin mengatakan Prabowo Subianto sangat mungkin berpasangan dengan Anies Baswedan pada Pilpres 2024.
“Di politik itu serba mungkin, hanya berapa besar persentasenya,” kata Ujang dalam keterangannya yang dikutip dari Kompas.TV, Kamis (4/5/2023).
Apalagi, kata dia, hal itu diperkuat setelah adanya pertemuan antara Prabowo Subianto dengan Jusuf Kalla (JK) pada Selasa (2/5/2023) kemarin.
Dia mengatakan, dalam politik kawan bisa menjadi lawan. Begitu juga sebaliknya. Bahkan, belum ada kejelasan dari Koalisi Perubahan tentang posisi Anies sebagai capres.
“Jadi, saya melihat bisa saja kalau Anies tidak bisa jadi capres. Misalnya, gagal jadi capres di Koalisi Perubahan, lalu menjadi cawapresnya Prabowo. Itu mungkin-mungkin saja dalam politik,” ujarnya.
Menurut Ujang, politik selalu menghadirkan kejutan. Begitu juga pada 2024 ini, sangat sulit untuk ditebak.
“Karena tadi, batasnya tipis, antara kawan dan lawan, begitu juga sebaliknya. Bisa hari ini jadi kawan, besok jadi lawan,” katanya.
Di sisi lain, Ujang menilai, Prabowo membutuhkan basis suara kalangan Islam. Hal itu, menurutnya, ada pada sosok Anies.
Lebih lanjut, Ujang menuturkan, berpasangan dengan Anies Baswedan akan lebih rasional bagi Prabowo ketimbang sosok yang lain.
Selain itu, dia menilai, pertemuan antara Prabowo dengan Jusuf Kalla itu kan memungkinkan terjadi perjodohan antara Prabowo dan Anies.
Sementara bagi Anies, Ujang menyebut berpasangan dengan Prabowo juga bukan merupakan pilihan buruk.
Apalagi elektabilitas Anies yang belakangan stagnan dan tidak ada peningkatan meski sudah dideklarasikan oleh NasDem dan partai koalisinya.
Sebagai informasi, pendaftaran bakal calon presiden dan wakil presiden dijadwalkan dibuka mulai 19 Oktober 2023 hingga 25 November 2023.
Berdasarkan Undang-Undang Nomor 7 Tahun 2017 tentang Pemilu (UU Pemilu) pasangan calon presiden dan wakil presiden diusulkan oleh partai politik atau gabungan partai politik peserta pemilu.
Namun parpol tersebut harus memenuhi persyaratan perolehan kursi paling sedikit 20 persen dari jumlah kursi DPR atau memperoleh 25 persen dari suara sah secara nasional pada pemilu anggota DPR sebelumnya.
Saat ini, ada 575 kursi di parlemen sehingga pasangan calon presiden dan wakil presiden pada Pilpres 2024 harus memiliki dukungan minimal 115 kursi di DPR RI.
Bisa juga pasangan calon diusung oleh parpol atau gabungan parpol peserta Pemilu 2019 dengan total perolehan suara sah minimal 34.992.703 suara.
Sumber: Kompas.TV/Tribunnews.com