TRIBUNNEWS.COM - Tenaga Ahli Utama Kantor Staf Presiden (KSP), Ali Mochtar Ngabalin, memastikan kasus korupsi yang menyeret Menteri Komunikasi dan Informatika (Menkominfo), Johnny G Plate, tak terkait urusan politik menjelang Pemilihan Umum (Pemilu) 2024.
Sebelumnya, Johnny G Plate resmi ditetapkan sebagai tersangka kasus korupsi pembangunan tower base transceiver station (BTS) 4G, yang merugikan negara hingga Rp 8 triliun.
Johnny G Plate langsung ditahan selama 20 hari ke depan, terhitung sejak hari Rabu (17/5/2023).
"Sekali lagi saya ingin menyampaikan dan menegaskan bahwa jangan pernah ada orang yang mengkait-kaitkan masalah penahanan Pak JGP (Johnny G Plate) dengan kasus politik."
"Apalagi ini tahun-tahun politik dan menjelang pemilu," kata Ngabalin, dikutip dari youTube Kompas TV, Kamis (18/5/2023).
Ia mengatakan, Johnny G Plate murni melalui proses hukum yang dilakukan oleh Kejaksaan Agung (Kejagung).
Baca juga: Kata Surya Paloh hingga Anies Baswedan soal Menkominfo Johnny G Plate Tersangka Korupsi BTS
Terlebih menurutnya, proses hukum tersebut juga telah berlangsung dalam waktu yang cukup lama.
"Tentu saja dipastikan bahwa kasus ini adalah kasus murni yang terkait dengan tugas dan tanggung jawab Pak JGP dalam tugasnya sebagai Kementerian Komunikasi dan Informatika dalam hal perkara BTS."
"Yang perlu kami sampaikan bahwa kasus ini bukan pertama kali terjadi atau bukan untuk sepekan dua pekan lalu, tidak, kasus ini sudah berjalan cukup lama."
"Bahkan kita pernah mendengar tentang pengembalian dana sekitar Rp500 juta adik dari Pak JGP," terang Ngabalin.
Lanjut Ngabalin menyinggung soal pesan Presiden Joko Widodo (Jokowi) kepada jajaran menteri agar tak terlibat masalah hukum.
"Dahulu Pak Presiden sudah mengingatkan berulang kali dalam setiap kesempatan Bapak Presiden telah menyampaikan pada Menteri, para kepala lemabaga agar jangan pernah sejali-sekali punya masalah dengan hukum."
Ngabalin menegaskan, Jokowi tak akan melakukan intervensi terhadap proses hukum yang menjerat anak buahnya.
"Kapan terjadi masalah hukum maka tidak akan mungkin presiden akan memberikan privilege atau mengintervensi dalam penyelesaian kasusnya," katanya.