TRIBUNNEWS.COM, JAKARTA - Wakil Sekretaris Jenderal DPP Partai Golkar, Lindsey Afsari Puteri mendorong pendidikan politik untuk kaum perempuan.
Hal ini untuk meningkatkan keterwakilan perempuan dalam pemilu legislatif.
"Bahwa Partai Golkar sebagai Partai yang mengedepankan kaderisasi telah merampungkan pemenuhan kuota 30 persen keterwakilan perempuan dalam pencalonan. Namun, mungkin masih ada partai kecil yang mengalami kendala dalam hal ini," kata Lindsey dalam keterangan yang diterima, Kamis (18/5/2023).
Baca juga: Koalisi Perempuan Minta Revisi PKPU 10/2023, DPR: Banyak Ubah Aturan, Tidak Maju-maju
Lindsey mengatakan, sesama politisi perempuan harus saling mendukung pemenuhan kuota 30 persen tersebut.
Menurutnya, di Partai Golkar sendiri sudah menjadi konsen untuk keterwakilan perempuan di Pemilu Legislatif.
“Sejak jauh hari Partai Golkar menerapkan pola atau mekanisme penjaringan Fungsionaris 200 persen, lalu diseleksi menjadi 150 persen, dan akhirnya menjadi 100 persen bacaleg. Artinya Partai Golkar telah melampaui kuota 30 persen dengan mencapai 33,96 persen pada pencalonan perempuan di pemilu legislatif kali ini," katanya.
Baca juga: DPR Tolak Revisi PKPU 10/2023 yang Dinilai Merugikan Keterwakilan Perempuan Dalam Pemilu
Namun, kata Lindsey, dirinya tidak ingin capaian 30 persen hanya pada pencalonan.
Melainkan untuk keterpilihan hingga menjadi anggota DPR yang kemudian mampu memperjuangkan kebijakan kebijakan pro perempuan.
"Jika hanya untuk memenuhi kuota, bagi partai besar mungkin lebih mudah dilakukan. Tetapi kita kan juga harus memperjuangkan teman-teman di parpol lain yang belum mendapat tempat," katanya.
Lindsey yang juga menjabat sebagai Sekretaris Jenderal Pimpinan Pusat Kesatuan Perempuan Partai Golkar (KPPG), mengakui bahwa partai politik harus memprioritaskan target yang realistis.
"DPP Partai Golkar tentu menghitung bahwa partai ini harus realistis untuk mencapai target pemenangan," katanya.
"Namun sebagai pimpinan KPPG kami berkomitmen untuk mendukung rekan-rekan perempuan. Dengan memberikan rekomendasi kepada kader perempuan terbaik dan potensial baik di pusat maupun daerah untuk mendapatkan nomor urut 1," katanya.
Dirinya juga menekankan bahwa secara kelembagaan, KPPI maupun KPPG berupaya mendorong partai politik untuk lebih berkomitmen dalam mendukung partisipasi perempuan di bidang politik secara konkrit.
Hal ini dengan menyediakan dukungan logistik yang memadai untuk membantu mengaktivasi jaringan tadi.
Baca juga: Koalisi Perempuan Minta Revisi PKPU 10/2023, DPR: Banyak Ubah Aturan, Tidak Maju-maju
“Kami berharap langkah-langkah ini akan membantu meningkatkan keterpilihan dan keterwakilan perempuan dalam pemilu legislatif. Dengan demikian, diharapkan suara dan kepentingan perempuan dapat lebih diwakili dan diperjuangkan melalui legislasi, budgeting maupun pengawasan dalam pembangunan dan jalannya pemerintahan," katanya.
Sementara, pengamat politik Adi Prayitno menjelaskan, bahwa partai politik dalam merumuskan strategi pencalonan pasti berfokus pada bagaimana memenangkan pertarungan.
Adi juga mengatakan bahwa calon anggota legislatif yang diusung harus memiliki dukungan politik yang kuat untuk meningkatkan perolehan suara.
"Partai tidak terlalu mempedulikan apakah calon itu pemuda, orang tua, perempuan, atau laki-laki sebenarnya tidak penting. Afirmasi 30 persen perempuan menjadi tidak efektif jika tidak dijamin," katanya.
Menurutnya, undang-undang menuntut adanya keterwakilan perempuan sebesar 30 persen. Namun sebenarnya partai politik tidak terlalu mempedulikannya.