Laporan Wartawan Tribunnews.com, Abdi Ryanda Shakti
TRIBUNNEWS.COM, JAKARTA - Kapolri Jenderal Polisi Listyo Sigit Prabowo menekankan pentingnya empat konsensus dasar dalam menghadapi tantangan demi kedaulatan Negara Kesatuan Republik Indonesia (NKRI).
Hal ini dikatakan Listyo saat peluncuran buku karya Karo SDM Polda Metro Jaya Kombes Langgeng Purnomo berjudul 'Rekonstruksi Nasionalisme, Jati Diri Bangsa Merajut Nusantara Untuk Mewujudkan Perdamaian Dunia'.
Baca juga: Kapolri Janji Bakal Sikat Siapa Pun yang Terlibat Tindak Pidana Perdagangan Orang
Listyo meminta empat konsensus dasar bangsa harus benar-benar diresapi untuk mempertahankan NKRI dari dinamika perubahan lingkungan strategis yang cepat dan dinamis.
“Situasi saat ini dimana perubahan lingkungan strategis yang cepat dan dinamis mengingatkan kita untuk senantiaasa menjiwai empat konsensus dasar bangsa yaitu Pancasila, UUD 1945, NKRI dan Bhinneka Tunggal Ika,” kata Listyo saat acara peremian melalui daring di Museum Sumpah Pemuda, Jakarta, Kamis (1/6/2023).
Listyo juga meminta dalam kehidupan berbangsa dan bernegara, hal tersebut harus benar-benar diimplementasikan.
Baca juga: Soal Upaya Teddy Minahasa yang Ajukan Banding, Kapolri: Itu Hak yang Sudah Diatur
“Hal ini tidak hanya dipahami secara tekstual, namun juga harus diimplementasikan secara seimbang melalui cipta, rasa dan karsa. Oleh karena itu, kita harus senantiasa membangun semangat kebangsaan sebagai perekat persatuan dan kesatuan dalam kehidupan berbangsa dan bernegara," ucapnya.
Listyo pun berharap buku tersebut bisa mengambil andil dan memberikan kontribusi positif untuk memperkuat semangat nasionalisme.
“Selamat kepada Kombes Pol Langgeng Purnomo, semoga kehadiran buku ini mampu memberikan kontribusi positif dalam upaya mengembalikan jatidiri bangsa dan memperkuat semangat nasionalisme sebagai kekuatan dalam menghadapi berbagai tantangan kedepan," jelasnya.
Sementara itu, Kombes Langgeng menyebut buku tersebut dibuat atas renungan pribadi.
Rekonstruksi nasionalisme diawali bangsa Indonesia untuk kembali dari pemahaman nasionalisme yang positivistik, linier, bekerja seperti mesin menjadi pemahaman nasionalisme dengan pemahaman melalui rasa dan karsa untuk menjaga dan melestarikan ekosistem kehidupan.
"Rekonstruksi Nasionalisme yang dimaksud adalah mengembalikan pada makna yang sebenarnya untuk mencintai tanah air Indonesia, khususnya yang gagal paham, gagal fokus, gagal nalar tentang NKRI," tuturnya.
Langgeng mengajak kepada siapapun untuk ditata oleh nilai kesakralan dari Pancasila, UUD NRI tahun 1945, Bhinneka Tunggal Ika, dan NKRI.
Menurutnya, perbedaan dalam bangsa merupakan suatu rahmat. Meski ada perbedaan, namun semua bisa bergerak pada fungsi dan perannya masing-masing.
Baca juga: Kapolri Buka Opsi Selidiki Rumor Putusan MK Soal Sistem Pileg
"Begitu pun Bhinneka Tunggal Ika, jika diibaratkan sebagai tubuh kita, yang terdiri dari berbagai macam organ dan bentuk, namun kesemuanya saling melaksanakan tugas fungsinya sehingga kita dapat hidup utuh menjadi manusia yang dapat beraktifitas," jelasnya.
Suatu keniscayaan bahwa perbedaan yang ada merupakan suatu rahmat bagi kita semua. Rahmat itu, jika kita sikapi seperti keteraturan alam semesta, maka rahmat iulah yang dapat menghadirkan perdamaian bagi dunia ini.
"Sekali lagi, melalui buku ini, Langgeng mengajak kita untuk tobat nasional kembali ke jatidiri kita yang pada akhirnya pun akan kembali kepada Sang Pencipta : Allah SWT, Tuhan YME," ungkapnya.
Tujuan akhir dari rekontruksi nasionalisme ini, lanjut Langgeng, agar kita semua dapat menerapkan pancasila dalam tindakan nyata untuk menyelesaikan berbagai permasalahan kemanusiaan saat ini menuju perdamaian dunia.