News

Bisnis

Super Skor

Sport

Seleb

Lifestyle

Travel

Lifestyle

Tribunners

Video

Tribunners

Kilas Kementerian

Images

RUU Kesehatan

Hari Ini Ribuan Dokter dan Perawat Demo di Gedung DPR, Berikut 5 Poin di RUU Kesehatan yang Ditolak

Editor: Hasanudin Aco
AA

Text Sizes

Medium

Large

Larger

Ratusan dokter yang tergabung dalam Ikatan Dokter Indonesia (IDI) berunjukrasa di depan Istana Merdeka, Jakarta, Senin (24/10/2016). Para dokter ini membawa tuntutan menolak dokter layanan primer dan reformasi sistem pendidikan kedokteran. TRIBUNNEWS/HERUDIN

Padahal, STR seluruh tenaga kesehatan harus diregistrasikan di konsil masing-masing yang akan dievaluasi setiap lima tahun sekali.

Dalam RUU Kesehatan, STR disebut akan berlaku seumur hidup, sehingga berpotensi mengurangi mutu tenaga kesehatan.

3. Berpotensi pecah belah organisasi profesi

IDI mengatakan, RUU Kesehatan Omnibus Law ini juga berpotensi memecah belah organisasi profesi kesehatan.

Sebab ada kata "jenis" dan "kelompok" terkait pengaturan organisasi profesi kesehatan dalam RUU tersebut.

"Ada indikasi dipecah belahnya kami organisasi profesi, bahwa kami di kedokteran hanya satu, IDI, PPNI hanya satu, IAI juga sama, IPI juga sama, ada klausul yang dimungkinkan memecah belah kami," kata Wakil PD IDI Slamet Budiarto, dikutip dari pemberitaan Kompas.com (16/1/2023).

Hal ini menurutnya bertentangan dengan putusan MK No.82/PUU-XII/2015 yang telah menetapkan satu organisasi untuk masing-masing profesi kesehatan.

4. Kewenangan BPJS di bawah menteri

Dalam RUU Kesehatan, kewenangan BPJS Kesehatan dan BPJS Ketenagakerjaan kini tak lagi berada di bawah presiden, melainkan menteri.

Begitu pula dengan proses penyampaian laporan pengawasan penyelenggaraan jaminan sosial juga harus melalui menteri, yakni Menteri Kesehatan (BPJS Kesehatan) dan Menteri Ketenagakerjaan (BPJS Ketenagakerjaan).

Inspir Indonesia atau Yayasan Perlindungan Sosial Indonesia menilai, hal ini menjadi kontraproduktif bagi kedua BPJS.

"Kedua BPJS mengelola dana masyarakat bukan dana APBN/APBD. Oleh karenanya, pengelolaan dana masyarakat ini harus terhindar dari intervensi pihak lain seperti menteri," kata Ketua Inspir Indonesia Yatini Sulistyowati, dikutip dari pemberitaan Kompas.com (19/2/2023).

"Kalaupun ada dana APBN dan APBD yang dibayarkan ke BPJS, itu merupakan kewajiban pemerintah pusat dan daerah untuk membayar iuran JKN bagi masyarakat miskin," sambungnya.

5. Perbolehkan dokter asing

Halaman
1234
Dapatkan Berita Pilihan
di WhatsApp Anda

Berita Populer

Berita Terkini