TRIBUNNEWS.COM, JAKARTA - Lembaga Bantuan Hukum Gerakan Pemuda (LBH GP) Ansor menilai gugatan menghapus kewenangan Kejaksaan Agung dalam mengusut korupsi kontraproduktif.
Sebab, masyarakat dan pemerintah memiliki visi dalam pemberantasan korupsi.
"Artinya, pihak-pihak itu tidak menginginkan pemberantasan korupsi bisa dijalankan dengan baik di negeri ini," kata Ketua LBH GP Ansor Pusat, Habib Abdul Qodir saat dihubungi, Kamis (8/6/2023).
Abdul Qodir berpendapat demikian mengingat instrumen kejaksaan berdiri di seluruh daerah hingga kabupaten/kota.
Jika permohonan itu dikabulkan MK, dikhawatirkan kasus-kasus korupsi di daerah bakal kian merajalela.
"Ya, itu dia. Kejaksaan ini punya prestasi, kinerja baik dalam pemberantasan korupsi. Kita enggak melihat ini cuma di pusat dalam penyidikan kasus korupsi atau megaskandal, tapi juga di daerah-daerah," katanya.
Ia pun memastikan berada di pihak kejaksaan dalam pemberantasan korupsi.
Oleh karena itu, Abdul Qodir mengecam adanya upaya menghapus kewenangan Kejaksaan mengusut kasus tindak pidana korupsi (tipikor).
"Pada prinsipnya, LBH Ansor mendukung penuh penyidikan kasus korupsi oleh kejaksaan, baik oleh Kejaksaan Agung dan kejaksaan-kejaksaan di daerah. Kami mengapresiasi kinerja kejaksaan dalam pemberantasan korupsi di Indonesia," katanya.
Menurutnya, adanya uji materi (judicial review) ke Mahkamah Konstitusi (MK) untuk menghapus kewenangan pengusutan kasus korupsi oleh kejaksaan sebagai ide atau aspirasi yang janggal.
Baca juga: Kewenangan Penyidikan Kejaksaan Digugat, Anggota Komisi III Yakin MK Pro Upaya Pemberantasan Korupsi
Sebab, gugatan dilayangkan ketika performa kejaksaan menangani kasus rasuah sedang tinggi-tingginya.
"Ini satu ide, pendapat, atau aspirasi yang janggal, aneh sekali karena aspirasi ini atau ide ini justru muncul di tengah-tengah bagaimana kejaksaan kita saat ini betul-betul bisa menunjukkan kinerjanya yang baik dalam penyidikan kasus-kasus korupsi bahkan penyidikan kasus-kasus yang sifatnya megakorupsi," tuturnya.
"Ini kan keberhasilan kejaksaan menyidiki kasus korupsi kan harus diapresiasi, bukan malah kemudian dengan perkembangan ini kewenagan kejaksaan dalam penyidikan kasus korupsi dihapuskan," sambungnya.
Sebelumnya, sejumlah advokat menggugat UU Kejaksaan ke Mahkamah Konstitusi (MK). Mereka meminta kewenangan Kejaksaan untuk menyelidiki dan menyidik kasus korupsi dihapus.
Menyatakan Pasal 30 (1) huruf d Kejaksaan bertentangan Pasal 28D (1) UUD 1945 dan tidak memiliki kekuatan hukum mengikat. Juga kewenangan jaksa Pasal 39, Pasal 44 ayat 4 dan ayat 5 sepanjang frase 'atau kejaksaan' di UU Tipikor.
Saat dimintai pendapat mengenai gugatan tersebut, pihak Kejaksaan menilai bahwa itu merupakan upaya corruptor fight back atau perlawanan balik koruptor.
Bahkan gugatan itu juga dianggap serampangan. Sebab terdapat konflik kepentingan, di mana Yasin Djamaludin merupakan pengacara Johannes Rettob yang telah ditetapkan tersangka kasus korupsi oleh Kejaksaan Tinggi Papua.
"Bisa juga dibilang upaya serampangan. Ada konflik kepentingan di sana. Mereka ini kan pengacara yang tersangkanya itu telah disidik oleh Kejaksaan," kata Kepala Pusat Penerangan Hukum Kejaksaan Agung, Ketut Sumedana kepada Tribunnews.