Laporan Wartawan Tribunnews.com Rahmat W. Nugraha
TRIBUNNEWS.COM, JAKARTA - Ahli Hukum Tata Negara Bivitri Susanti menilai mendekati masa pergantian pemerintahan sebaiknya pengesahan Rancangan Undang-Undang (RUU) Kesehatan Omnibus ditunda.
"Saya ingin menyoroti proses legislasi (RUU Kesehatan Omnibus) dari pengamatan saya pada proses legislasinya saja belum banyak menelaah substansinya. Tapi dari proses ini sebaiknya menurut saya ditunda dahulu," kata Bivitri dalam diskusi daring bertajuk Kepentingan Publik yang ada di RUU Kesehatan, Kamis (8/6/2023).
Menurutnya langkah itu perlu dilakukan karena RUU Kesehatan Omnibus penuh dengan kontroversi.
"Karena (RUU Kesehatan Omnibus) penuh kontroversi yang saya lihat betul beberapa kawan saya seorang dokter juga sampai ikut demonstrasi karena banyak ketidaksetujuan," sambungnya.
Baca juga: 3 Juta Nakes Akan Mogok Massal 14 Juni 2023, Jika RUU Kesehatan Omnibus Law Disahkan
Terlepas dari keorganisasian dan segala macamnya, kata Bivitri. Ada proses yang terlewati, partisipasi yang terlewati.
"Dan ini menurut saya dalam konteks kita mendekati pergantian pemerintahan, lebih baik ditunda dahulu (RUU Kesehatan Omnibus)," lanjutnya.
Bivitri melanjutkan bongkar dahulu RUU Kesehatan ini, sisir lagi.
Misalnya putusan MK terkait organisasi profesi itu seperti apa karena sudah ada putus MK terkait hal itu.
"Kemudian sisir lagi yang saya soroti terkait UU Sistem Jaminan Nasional di Omnibus Kesehatan, serta BPJS Kesehatan yang mau dipisahkan sendiri dan mau dilekatkan di bawah Kemenkes," sambungnya.
Bivitri menegaskan sebaiknya RUU Kesehatan Omnibus dipelajari lebih lanjut lagi karena melibatkan banyak stakeholder.
"Saya kira itu perlu disisir ulang, dikeluarkan harusnya. Kalau saya apa betul kita perlu melakukan pembenahan tentunya iya. Tetapi cara yang diambil jangan yang instan, buka betul prosesnya, karena stakeholdernya banyak sekali," tutupnya.
--