"Ini adalah sebuah sidang untuk mencari keputusan terhadap pelanggaran konvensi dasar ILO di masing-masing negara," ucapnya.
Katanya, UU Cipta Kerja hampir tidak dibahas. Namun, dalam rapat governing Body Said Iqbal mengaku menyakinkan ITUC bahwa ini perkara penting.
"Karena kalau tidak dibahas dan UU Cipta Kerja berlaku, bukan tidak mungkin negara-negara di Asia Tenggara akan mencontoh Indonesia," jelasnya.
Menurut Said Iqbal, secara prinsip UU Cipta Kerja melanggar Konvensi ILO No 98 dan Konvensi No 87 tentang hak berserikat dan berunding Bersama.
"Omnibus law hak berserikat menjadi hilang fungsinya karena adanya outsourcing di semua jenis pekerjaan dan pesangon yang ditetapkan murah. Hak berserikat memang ada di UU 21/2000, tetapi dalam perilaku dikebiri,” ujar Said.
Adapun dalam sidang ini, KSPI menuntut tiga hal. Pertama, cabut omnibus law UU Cipta Kerja.
"Kedua, dilarang memberlakukan aturan turunan dari UU Cipta Kerja. Dan ketiga, meminta Dirjan ILO membentuk tim pencari fakta," sebut Said.
“Membawa permasalahan ini ke dunia internasional bukan berarti kami tidak nasionalis. Kami cinta Indonesia. Pidato saya selalu pada kebanggaan Indonesia, capaian Presiden Jokowi. Kita bangga Indonesia mampu mengendalikan covid-19 dan pertumbuhan ekonomi menjadi nomor tujuh terbesar di dunia. Tetapi yang kita permasalahkan, pertumbuhan ekonomi tidak menetes terhadap kaum buruh,” sambungnya.