TRIBUNNEWS.COM - Perlu gerak bersama dan political will yang kuat dari para pemangku kebijakan dan aparat penegak hukum dalam penanganan berbagai kasus Tindak Pidana Perdagangan Orang (TPPO) yang dihadapi para pekerja migran Indonesia (PMI).
"Sindikat TPPO yang dibekingi oknum aparat keamanan ini merupakan kondisi yang tidak main-main. Perlu sebuah gerakan dan kepedulian semua pihak untuk mengatasinya. Bersyukur saat ini ada Satgas TPPO, peran semua pihak sangat diharapkan," kata Wakil Ketua MPR RI, Lestari Moerdijat dalam diskusi daring bertema Perlindungan TKI Terhadap Tindak Pidana Perdagangan Orang, yang digelar Forum Diskusi Denpasar 12, Rabu (14/6/2023).
Diskusi yang dimoderatori Arimbi Heroepoetri, S.H, LL.M (Tenaga Ahli Wakil Ketua MPR RI) itu menghadirkan Benny Rhamdani (Kepala Badan Perlindungan Pekerja Migran Indonesia/BP2MI),
Brigjen. Pol. Drs. R. P. Mulya, S.H., M.H. (Direktur Intelijen Keimigrasian, Kemenkumham RI), dan Kombes. Pol. Johanson Ronald Simamora, S.I.K., S.H., M.H (Direktur Reserse Kriminal Umum/Dirreskrimum Polda Jawa Tengah) sebagai narasumber.
Selain itu hadir pula Taufik Basari, S.H., S.Hum., LL.M. (Anggota Komisi III DPR RI) dan Eva Kusuma Sundari (Direktur Institut Sarinah/ Koordinator Koalisi Sipil Untuk RUU PPRT) sebagai penanggap.
Menurut Lestari, TPPO bukan kriminalitas biasa lebih dari itu merupakan kejahatan kemanusiaan.
Apalagi, tegas Rerie sapaan akrab Lestari, konstitusi kita mengamanatkan negara untuk melindungi setiap warga negara, termasuk PMI yang bekerja di sejumlah negara.
Namun, ujar Rerie yang juga legislator dari Dapil II Jawa Tengah itu, hingga saat ini masalah PMI terkait TPPO masih menjadi momok bagi bangsa Indonesia, jumlah PMI korban TPPO terus meningkat dari tahun ke tahun.
Anggota Majelis Tinggi Partai NasDem itu berpendapat ragam peristiwa terkait kemanusiaan itu semestinya mendorong pemerintah di tingkat pusat dan daerah serta para pemangku kepentingan untuk mengedepankan aspek perlindungan bagi setiap anak bangsa di mana pun berada.
Kepala Badan Perlindungan Pekerja Migran Indonesia/BP2MI, Benny Rhamdani mengungkapkan TPPO merupakan isu yang tidak berdiri sendiri.
Lembaga yang dipimpinnya, ujar Benny, bukan saja mengawasi penempatan dan perlindungan PMI, tetapi juga berupaya melawan sejumlah kasus TPPO yang terjadi.
Menurut dia, pada 2017 Bank Dunia memperkirakan ada 9 juta orang Indonesia yang bekerja di luar negeri. Namun, yang tercatat hanya 3,6 juta pekerja.
Saat ini, ungkap Benny, BP2MI memiliki 4,721 juta data PMI by name by address sebagai data dasar dalam penanganan sejumlah kasus TPPO. Saat ini, tambahnya, tercatat lebih dari 100 ribu PMI mengalami kendala dalam bekerja di luar negeri, yang 90 persen-nya adalah perempuan.
Menurut Benny, praktik TPPO terkesan sulit untuk diatasi, karena kerap kali dibekingi oleh oknum aparat kepolisian, TNI, kementerian/lembaga, kedutaan besar dan oknum di BP2MI.
Menurut Benny, negara harus berani mengakui kegagalan dalam penanganan kasus-kasus TPPO selama ini, karena kejahatan kemanusiaan ini tidak pernah tuntas dan sudah berlangsung cukup lama.
Benny sangat yakin bila para pemangku kebijakan memiliki komitmen yang kuat, pasti bangsa ini bisa mengatasi berbagai kasus TPPO yang terjadi saat ini.
Namun, tambahnya, sangat disayangkan antar kementerian dan lembaga yang terlibat dalam penanganan TPPO belum memiliki pemahaman yang sama.
Benny menegaskan perlu sosialisasi masif untuk mengeduksi masyarakat dan aparat penegak hukum, serta para pemangku kebijakan terkait upaya pemberantasan TPPO, agar peraturan dan UU yang ada dapat efektif melindungi PMI.
Direktur Intelijen Keimigrasian, Kemenkumham RI, Brigjen. Pol. R. P. Mulya mengungkapkan perspektif keimigrasian terkait TPPO sebagai WNI/WNA yang memenuhi persyaratan untuk mendapatkan tanda keluar dari pejabat imigrasi dapat meninggalkan wilayah Indonesia.
Menurut Mulya, imigrasi tidak membuat aturan atau mengatur ketenagakerjaan yang merupakan tanggung jawab kementerian dan lembaga terkait.
Meski begitu, ujar Mulya, pihaknya ikut serta mencermati dokumen perjalanan yang dipakai para calon PMI.
Sehingga pada kurun waktu 2017-2023, tambah dia, pihak imigrasi melakukan penundaan penerbitan 21.198 paspor dan mencegah keberangkatan 9.938 calon PMI.
Direktur Reserse Kriminal Umum (Dirreskrimum) Polda Jawa Tengah, Kombes. Pol. Johanson Ronald Simamora, S.I.K., S.H., M.H mengungkapkan dalam penanganan TPPO yang menimpa para PMI, Kapolri sudah menginstruksikan aparatnya untuk menindak tegas sindikat dan jaringan TPPO.
Menurut Johanson, instruksi Kapolri ditindaklanjuti Polda-Polda di tanah air. Khusus Polda Jawa Tengah, ungkapnya, sudah melakukan pengungkapan secara masif kasus-kasus TPPO.
Hasilnya, ujar Johanson, pada rentang 6-13 Juni 2023 Polda Jateng mengungkap 31 kasus TPPO dengan 38 orang tersangka.
Pada kesempatan itu, Johanson mengungkapkan temuan dalam sejumlah kasus TPPO bahwa negara tujuan PMI bisa mengeluarkan visa kerja, meski paspor para PMI untuk keperluan wisata.
Johanson mengungkapkan pada rentang waktu 2019- Juni 2023 tercatat 1.150 pekerja Indonesia diberangkatkan ke luar negeri.
Direktur Institut Sarinah, Eva Kusuma Sundari berpendapat kasus-kasus TPPO tidak hanya menimpa para pekerja Indonesia di luar negeri, tetapi juga para pekerja rumah tangga (PRT) di dalam negeri.
Nasib para PRT di dalam negeri, ujar Eva, masih 'dipasung' oleh DPR karena RUU Perlindungan Pekerja Rumah Tangga (PPRT) tidak kunjung disahkan menjadi UU. Sementara di luar negeri para PMI terancam kasus-kasus TPPO.
Meski perangkat dan data sudah lengkap untuk mengatasi kasus TPPO, menurut Eva, sangat dibutuhkan upaya ekstra untuk melindungi TKI baik yang bekerja di dalam dan luar negeri, bukan sekadar upaya parsial dari kementerian dan lembaga terkait.
Sementara itu, Anggota Komisi III DPR RI Taufik Basari mengungkapkan bahwa TPPO merupakan kasus yang sangat kompleks karena banyak melibatkan sejumlah pihak.
Sehingga, ujar Tobas sapaan akrab Taufik Basari, kasus TPPO harus diatasi secara komprehensif agar bisa dituntaskan hingga akar masalahnya.
Tobas menyambut baik tekad pemerintah dalam penindakan dan penanganan kasus-kasus TPPO di tanah air.
Data yang dimiliki, ujar Tobas, harus segera dimanfaatkan sebagai dasar membuat peta permasalahan untuk mengatasi berbagai kasus TPPO yang terjadi.
Sejumlah pekerjaan rumah dalam penuntasan kasus TPPO harus segera dituntaskan dalam bentuk kerja bersama pihak-pihak terkait seperti pemerintah daerah, kepolisian, TNI hingga imigrasi.*