TRIBUNNEWS.COM, JAKARTA - Mahkamah Konstitusi (MK) bakal menggelar konferensi pers menanggapi pernyataan eks Wamenkumham Denny Indrayana soal informasi terkait MK yang bakal memutuskan sistem pemilu kembali menggunakan proporsional tertutup atau coblos partai.
Konferensi pers ini akan dilangsungkan di Gedung MK, Jakarta, usai sidang pleno pengucapan putusan perkara nomor 114/PUU-XIX/2023, Kamis (15/6/2023).
"Usai sidang pengucapan putusan, Mahkamah Konstitusi akan menggelar konferensi pers menyampaikan sikap dan tanggapan resmi kelembagaan," sebagaimana tertulis dalam rilis MK, Rabu (14/6/2023).
Dalam rilis itu juga dijelaskan, konferesi pers ini dilakukan sebab bagi MK pernyataan Denny berpotensi dan bahkan telah menimbulkan pandangan negatif yang berdampak langsung pada kredibilitas dan tingkat kepercayaan masyarakat terhadap proses persidangan dan putusan MK.
Sebelumnya diberitakan, pria yang kini berprofesi sebagai advokat ini menyebut dirinya mendapatkan informasi kalau MK bakal memutuskan gugatan Nomor 114/PUU-XX/2022 terkait sistem pemilu dengan putusan proporsional tertutup.
“Pagi ini saya mendapatkan informasi penting. MK akan memutuskan pemilu legislatif kembali ke sistem proporsional tertutup, kembali memilih tanda gambar partai saja," tulis Denny dalam akun Instagram pribadinya @dennyindrayana99, Minggu (28/5/2023).
Denny menyebut, putusan itu diambil setelah adanya dissenting opinion atau perbedaan pendapat dalam menjatuhkan putusan antara hakim MK.
Dimana jumlah perbandingannya yakni 6 hakim berbanding 3 hakim.
Perihal darimana informasi yang dirinya dapat, Denny tidak membeberkan identitas sosok tersebut. Terpenting kata dia, informasi yang dia terima itu kredibel.
"Siapa sumbernya? Orang yang sangat saya percaya kredibilitasnya, yang pasti bukan Hakim Konstitusi," ucap Denny.
Baca juga: Jelang Sidang Putusan, Pengamat Yakin MK Bakal Tolak Permohonan Soal Sistem Pemilu, Ini Alasannya
Untuk diketahui, sistem pemilu tertutup diberlakukan sejak masa pemerintahan Presiden Ir. Soekarno pada 1955, serta masa pemerintahan Presiden Soeharto yakni 1971 sampai 1992.
Pada Pemilu 1999 juga masih menggunakan sistem proporsional tertutup. Pun juga Pemilu 2004.
Penerapan sistem proporsional tertutup pun menuai kritik dan dilakukan uji materi ke ke MK pada 2008. Kemudian sejak Pemilu 2009 hingga Pemilu 2019, sistem pemilu beralih menjadi proporsional terbuka.