Pasalnya, di awal persidangan Lukas Enembe mengaku tengah sakit dan tidak bisa mengikuti persidangan tersebut.
"Lho, tadi ngaku sakit, sekarang sudah sembuh, bisa atau tidak?" tegas Ketua Mejelis Hakim.
"Bisa," jawab Lukas Enembe.
Mendengar jawaban itu, Hakim Rianto kemudian meminta tim penasihat hukum untuk mempertegas jawaban.
Lukas pun menjawab bahwa ia bisa mengikuti sidang selanjutnya.
Namun, Lukas Enembe meminta dihadirkan secara langsung di Pengadilan Tipikor Jakarta.
"Sekarang engga bisa, besok bisa," kata Lukas Enembe.
"Dia bisa ikut sidang berikutnya secara offline," timpal Petrus.
Diketahui, Lukas Enembe ditetapkan sebagai tersangka dugaan suap dan gratifikasi terkait proyek infrastruktur yang bersumber dari APBD pada September 2022.
Awalnya, KPK hanya menemukan bukti aliran suap Rp 1 miliar dari Direktur PT Tabi Bangun Papua, Rijatono Lakka.
Namun, dalam persidangan Rijatono Lakka yang digelar di Pengadilan Tipikor Jakarta, terungkap jumlah suap yang diberikan kepada Lukas Enembe mencapai Rp35.429.555.850 atau Rp35,4 miliar.
“Terdakwa sebagai tim sukses Lukas Enembe kemudian meminta pekerjaan atau proyek kepada Lukas Enembe sebagai kompensasinya,” ujar Jaksa KPK Ariawan Agustiartono dalam sidang di Pengadilan Tipikor Jakarta pada 5 April 2023.
Belakangan, KPK menetapkan Lukas Enembe sebagai tersangka dugaan Tindak Pidana Pencucian uang (TPPU).
Status ini naik ke tahap sidik setelah KPK menemukan bukti permulaan yang cukup.
Sejauh ini, KPK telah menyita sejumlah aset terkait perkara Lukas Enembe dalam berbagai bentuk dengan nilai total lebih dari Rp200 miliar.
Pada April, KPK menyita aset Lukas maupun pihak yang diduga terkait dengan kasusnya dengan nilai Rp60,3 miliar.
Aset tersebut berupa sejumlah bidang lahan, rumah hingga apartemen yang tersebar di Jayapura, Papua; Bogor, Jawa Barat; hingga DKI Jakarta.