"Saya tahu setiap orang pasti bisa bawa kendaraan. Yang sekolah ini yang paling utama adalah etik berkendaraan, etika. Yang kekurangan kita orang-orang pengemudi, para pengendara kendaraan bermotor di jalan sampai terjadi kecelakaan ini adalah etikanya yang kurang," jelasnya.
Etika berkendara yang sering diabaikan bisa ditemukan di jalan raya yakni bentuk pelanggaran-pelanggaran yang bisa menyebabkan kecelakaan lalu lintas.
"Lampu merah mau terabas aja, udah tahu ada garis lurus yang nggak boleh (belok), dia ke kiri dia potong saja karena etikanya nggak ada. Udah tau bahwa itu larangan etikanya dia main hantam saja larangan, nah inilah perlu sekolah," jelasnya.
Nantinya, lanjut Yusri, dengan adanya penerapan aturan tersebut, akan terbentuk kualitas pengendara khususnya di etika berkendara.
"Iya belajar sekolah itu untuk belajar bagaimana kita berkendara itu untuk beretika yang baik, karena kalau di jalan ini kalau ugal-ugalan bukan cuma kita yang jadi korban tapi ada korban lain yang dihadapi," ujarnya lagi.
Lebih lanjut, Yusri mengatakan aturan tersebut sebenarnya bukanlah hal baru. Dia menyatakan regulasi tersebut telah ada di peraturan sebelumnya.
"Jadi gini, aturan tentang persyaratan administrasi itu ada disitu yang namannya umur 17 tahun keatas. Perpol 5 tahun 2021 itu sudah ada Perpol yang lama dia. Nah sekarang ini kita perbaharui lagi, kita lengkapi lagi di Perpol 2 Tahun 2023 baru turun kemarin," ungkapnya.
Yusri melanjutkan, nantinya akan ditentukan sekolah mengemudi yang terakreditasi sebagai syarat pembuatan SIM baru tersebut.
"Sekolah mengemudinya bukan dari Polisi, persyaratannya saja yang sama kita. Sekolah mengemudi dari yang lain bukan dari Polisi," tuturnya.