Laporan Wartawan Tribunnews.com, Gita Irawan
TRIBUNNEWS.COM, JAKARTA - Komisioner Pendidikan dan Penyuluhan Komnas HAM RI Putu Elvina menyesalkan puing tempat peristiwa pelanggaran HAM berat masa lalu di Kabupaten Pidie Aceh, Rumoh Geudong, diratakan oleh pemerintah daerah.
Ia menilai pemerintah daerah tidak sensitif terhadap kasus-kasus dugaan pelanggaran HAM berat yang pernah ditangani Komnas HAM.
"Memang kami menyesalkan bagaimana diratakan semua kenangan terkait tragedi Rumah Geudong tersebut. Tentu kami melihat bahwa pemerintah daerah tidak cukup memiliki sensitifitas terhadap kasus-kasus yang menjadi dugaan pelanggaran (HAM) berat oleh Komnas HAM," kata Putu di kantor Komnas HAM RI Jakarta Pusat pada Senin (26/6/2023).
Baca juga: Legislator NasDem Kritik Penghancuran Situs Rumah Geudong di Pidie
"Jadi kita sangat prihatin terhadap kebijakan sepihak tersebut dan kita berharap tentu Rumah Geudong itu sebenarnya menjadi memorialisasi terhadap pernah terjadinya pelanggaran HAM di tanah Aceh," sambung dia.
Diberitakan sebelumnya, Pemerintah Pusat melalui Kementerian Koordinator Bidang Politik, Hukum, dan Keamanan Republik Indonesia (Kemenko Polhukam RI) memastikan tidak akan menghancurkan atau menghilangkan tangga beton yang masih tersisa di Kompleks Rumoh Geudong di Gampong Bili, Kemukiman Aron, Kecamatan Geulumpang Tiga, Pidie.
Kecuali itu, monumen atau tugu yang sudah ada termasuk dua sumur di dalamnya juga tidak akan dihilangkan.
Baca juga: Komnas HAM Minta Pemerintah Pulihkan Hak 3 Korban Hilang Peristiwa Istaka Karya di Papua
Hal itu disampaikan Sekretaris Kementerian Koordinator Bidang Politik, Hukum, dan Keamanan Republik Indonesia (Sesmenko RI), Letnan Jenderal TNI Teguh Pudjo Rumekso usai memimpin rapat persiapan kunjungan Presiden RI ke Aceh di Makodam IM, Minggu (25/6/2023).
"Kalau orang membayangkan, dikira Rumoh Geudong seperti sebuah rumah besar yang dirobohkan, tidak,” kata Letjen Teguh.
“Jadi Rumoh Geudong yang ada sekarang posisinya sudah jadi puing-puing,” beber dia.
“Di sana ada anak tangga, ada tembok yang tidak terlalu tinggi, kemudian ada juga monumen," terang Teguh Pudjo Rumekso dalam wawancaranya dengan awak media di Makodam, Minggu (25/6/2023).
"Yang kita rapikan tembok-tembok, karena kan harus mendirikan tenda, tidak mungkin seperti itu pasti akan terhalang,” paparnya.
“Jadi tangga (anak tangga) tetap kita pertahankan, kemudian tugu tetap. Sumur ada dua atau tiga juga tidak kita timbun, cuma kita tutup pakek floring, jadi begitu floringnya dibuka itu tetap ada," tambah Teguh Pudjo Rumekso.