Laporan Wartawan Tribunnews, Choirul Arifin
TRIBUNNEWS.COM, JAKARTA - Etnis Tionghoa memiliki sejarah panjang dalam pembentukan Negara Kesatuan Republik Indonesia (NKRI) begitu juga kiprah dan peran mereka dalam pembangunan kebangsaan Indonesia.
Ketua Forum Sinologi Indonesia, Johanes Herlijanto mengatakan, pada sekitar tahun 1930-an, berdiri sebuah partai bernama Partai Tionghoa Indonesia (PTI), yang menaruh simpati dan mendukung gerakan nasionalisme Indonesia.
Di antara para pendirinya terdapat nama-nama seperti Liem Koen Hian dan Kwee Thiam Tjing, yang menulis sebuah karya kenamaan berjudul Indonesia Dalem Api dan Bara.
Baca juga: Jelang Pemilu 2024, Anggota MPR RI Tekankan Pentingnya Empat Pilar Memperkuat Daya Ikat Kebangsaan
“Di kemudian hari, tokoh dari partai ini, Liem Koen Hian, bahkan menjadi salah satu dari empat tokoh Tionghoa yang turut terlibat dalam Badan Penyelidik Usaha-usaha Persiapan Kemerdekaan Indonesia (BPUPKI),” paparnya.
“Selain Liem Koen Hian, tokoh lain yang dikenal terlibat dalam BPUPKI adalah Tan Eng Hwa, yang adalah seorang ahli hukum. Sedangkan pasca kemerdekaan, kita mengenal nama-nama Tionghoa, seperti Siauw Giok Tjhan dan ahli hukum terkemuka, Yap Thiam Hien, mewarnai dunia politik dan hukum Indonesia,” ujar Johanes dalam keterangan tertulis yang dikutip Selasa, 27 Juni 2023.
Dari sisi isu ekonomi, Johanes memaparkan, pebisnis Tionghoa juga turut berperan dalam masyarakat Nusantara baik semasa era kolonial maupun pasca kemerdekaan.
Baca juga: Peringati Lengsernya Soeharto 25 Tahun Silam, Media Asing Soroti Kisah Etnis Tionghoa di Indonesia
“Pada masa lampau tak sedikit pengusaha Tionghoa yang karena kedermawanannya bersedia memberi bantuan kepada masyarakat lokal,” tuturnya.
Dia menuturkan, Tjong A Fie, pengusaha Tionghoa di Medan yang meninggal dunia di dasawarsa ketiga abad yang lalu, adalah salah satu contohnya.
Ia dan saudaranya, Tjong Yong Hian, bukan hanya memberi kontribusi penting bagi perekonomian di Medan dan wilayah Sumatra Utara pada era itu, tetapi juga memberikan sumbangan kepada masyarakat tanpa pandang suku dan agama mereka.
“Seperti dicatat dalam tulisan Pauline van Roosmalen, Tjong bersaudara menyumbangkan uangnya untuk pembangunan sekolah, klenteng, masjid, jembatan, dan rumah sakit. Oleh karenanya ia sangat dihargai oleh masyarakat Medan dari berbagai latar belakang etnis,” jelas Johanes.
Menurutnya, etnik Tionghoa telah menjalin hubungan yang erat dengan berbagai kelompok masyarakat lainnya di Nusantara ini sejak berabad-abad yang lampau.
Johanes menceritakan aliansi yang dibangun antara Tionghoa dan orang Jawa tak lama setelah orang-orang Eropa di Batavia melakukan pembantaian terhadap orang-orang Tionghoa pada 1740 sebagai salah satu contoh dari hubungan erat antar kedua etnis di masa lampau.
Berdasarkan penuturannya, mereka yang selamat dari pembantaian itu berbondong-bondong ke arah timur, dan mengepung benteng-benteng VOC di Semarang, Demak, dan Rembang.