أما بعد : فيا عباد الله اتقوا الله حق تقاته ولا تموتن الا و أنتم مسلمون
الله أكبر الله أكبر ولله الحمد
Hadirin dan hadirat para undangan Allah yang berbahagia.
Sepanjang hidup, sudah berpuluh kali kita merayakan Idul Adha atau hari raya kurban.
Namun pertanyaan yang seharusnya menjadi renungan adalah sudah sejauh mana kita menanam, memupuk, memelihara serta mengekalkan nilai-nilai dan hikmah kurban itu dalam kehidupan sehari-hari.
Betapa seringnya dilihat di dalam masyarakat, hari raya kurban itu diperingati dengan penuh gegap gempita.
Hewan kurban disembelih, daging kurban dibagikan, Takbir dan tahlil digaungkan memenuhi angkasa raya.
Namun sayangnya jiwa dan semangat berkorban justru semakin jauh dalam masyarakat.
Seringkali kita baru sekadar berkorban, akan tetapi belum lagi memetik hikmah yang ada di dalam ibadah itu.
Maka wajar sering dijumpai ada pedagang yang selalu berkurban, namun dalam kehidupannya masih tetap mengorbankan pembeli demi untuk keuntungan dan laba.
Ada pejabat yang selalu berkorban akan tetapi masih mengorbankan kepentingan rakyat, bangsa dan negara demi kepentingan pribadi dan golongan.
Artinya kita masih melakukan korban zahir tapi tidak disertai dengan pengamalan hakikat kurban yang sesungguhnya.
الله أكبر الله أكبر ولله الحمد
Kalau kita buka lipatan sejarah Islam, maka akan tersua bahwa sejarah kurban yang dirayakan hari ini dimulai oleh Nabi Ibrahim AS yang telah melakukan satu pengorbanan yang sangat besar dalam sejarah peradaban manusia, menyembelih anak tercinta.
Bagi kita umat Islam sikap hidup Ibrahim sewajarnya dijadikan pedoman dalam menghadapi kehidupan kontemporer yang penuh dengan tantangan.