Laporan Wartawan Tribunnews, Larasati Dyah Utami
TRIBUNNEWS.COM, JAKARTA - Perlu ada perbaikan kerangka hukum mengenai tindak pidana perdagangan orang, khususnya revisi UU Nomor 21 tahun 2007 tentang Pemberantasan Tindak Pidana Perdagangan Orang (TPPO).
Hal ini disampaikan peneliti ICJR, Adhigama Budiman saat memaparkan hasil penelitian bertajuk 'Evaluasi Kerangka Hukum TPPO dan Bentuk Eksploitasi Lainnya yang Berkaitan' secara daring, Selasa (4/7/2023).
Adhigama mengatakan ditemukan catatan mendasar dalam perumusan norma, sehingga komitmen pemberantasan TPPO belum terlaksana dengan baik.
"Jadi, tujuan untuk selaras dengan komitmen pada Protokol PBB tahun 2000 tentang Mencegah, Memberantas dan Menghukum TPPO, khususnya Perempuan dan Anak (Protokol Palermo) menjadi belum terlaksana," ujarnya.
Pihaknya berhasil menggali 3 temuan utama, yakni berupa analisis normatif, analisis penerapan kerangka hukum TPPO, dan analisis pemahaman aparat penegak hukum terkait TPPO.
Baca juga: Mahfud MD: Sudah Ada 5 Oknum Pejabat Jadi Tersangka TPPO
Salah satu catatan yang ditemukan pasal 2 dari UU 21/2007 tentang TPPO sudah komprehensif mengatur mengenai proses, cara dan tujuan TPPO, namun hanya terbatas untuk TPPO yang terjadi di dalam negeri.
Terkait UU Pelindungan Pekerja Migran Indonesia juga dinilai belum komprehensif dengan kasus kerja paksa.
"Dan di dalam UU Cipta Kerja juga sama sekali tidak memuat mengenai ketentuan praktik bekerja di bawah ancaman hukuman atau bekerja tidak secara sukarela," ujarnya.
Terkait pelecehan seksual, ICJR juga menilai bahwa UU ITE dan UU Pornografi dapat memutarbalikan korban menjadi tersangka.
Mengenai persetujuan korban perkosaan, di dalam KUHP belum diatur mengenai persetujuan korban yang lebih komprehensif dan pengecualian diberikan jika kekerasan saja.
Baca juga: Mahfud MD: Sudah Ada 5 Oknum Pejabat Tersangka TPPO
"Apakah ancaman kekerasan ini bisa termasuk ketimpangan relasi kuasa juga atau tidak. Ini seharusnya ditafsirkan ancaman tersebut termasuk ketika adanya ketimpangan relasi kuasa juga," ujarnya.
Tahun 2023 menandakan 16 tahun pasca pengundangan UU No. 21 tahun 2007 tentang Pemberantasan Tindak Pidana Perdagangan Orang.
Disebutkan bahwa sudah bertahun-tahun Indonesia menduduki tier 2 atau daftar pengawasan tingkat 2 yang menjelaskan bahwa Pemerintah Indonesia belum sepenuhnya memenuhi standar minimum pemberantasan TPPO.
Kendati demikian ICJR percaya pemerintah sedang membuat upaya yang signifikan untuk memenuhinya.
"ICJR berharap bahwa penelitian ini akan memberikan sumbangsih yang bermanfaat bagi perbaikan kerangka hukum dan penerapan kebijakan pemberantasan perdagangan orang, tidak hanya terbatas pada UU No. 21 tahun 2007 tentang Pemberantasan TPPO, namun juga bentuk eksploitasi lain yang merupakan eksploitasi tindak pidana perdagangan orang," ujarnya.