Djoko mengatakan, tarif LRT Jabodebek bahkan jauh lebih mahal dibandingkan dengan tarif Kereta Rel Listrik (KRL) senilai Rp 3.000 sampai Rp 6.000. Sehingga, pengguna KRL lebih dominan masyarakat kelas bawah.
Melihat hal tersebut, menurut Djoko pemerintah perlu mendorong masyarakat kelas atas untuk beralih menggunakan moda transportasi umum.
"Kalau saya lihat, KRL banyak penggunanya kelas menengah kebawah karena tarifnya lebih murah. Prasarana peninggalan belanda, jadi engga beli tanah lagi," ujar dia.
"Sarananya juga engga baru, bekas. Jadi subsidinya juga kecil tapi tarifnya bisa murah juga," lanjutnya.
Kata dia, pengaturan feeder di setiap stasiun LRT menjadi catatan pemerintah untuk menggaet masyarakat kelas atas.
"Feedernya bagaimana, tapi sayangnya angkutan bobrok. Apakah kaum menengah atas itu mau, sementara sopir-sopir angkutan kota (angkot) ngetem sana-sini. Mereka butuh cepat. Saya enggak yakin rerouting itu berhasil dengan angkutan yang ada," jelasnya.
Menteri Perhubungan Budi Karya Sumadi sebelumnya menyatakan, tarif LRT Jabodebek tak lebih dari Rp 25.000.
Hal itu dia sampaikan usai menjajal uji coba terbatas LRT Jabodebek dari Stasiun Harjamukti menuju Stasiun Dukuh Atas, Jakarta Selatan, Rabu (12/7/2023).
"Kalau denger-denger bocoran ya antara Rp 20.000 sampai Rp 25.000 kira-kira. Tapi kita akan menghitung tentu hitungan ini kita hitung tidak asal," kata Menhub Budi.(Tribunnews.com/Nitis Hawaroh)