Laporan Wartawan Tribunnews, Hasiolan Eko
TRIBUNNEWS.COM, JAKARTA- Ketua Umum Badko-HMI Jabodetabeka-Banten M. Adhiya Muzakki menolak keras adanya rencana kenaikan iuran BPJS Kesehatan pada Juli 2025.
Ia menilai bahwa rencana kenaikan tersebut sangat kontroversial dan tidak diimbangi dengan urgensi yang memadai.
Baca juga: Sepanjang 2022, BPJS Kesehatan Gelontorkan Klaim Rp 113,47 Triliun
Hal tersebut merespon Dewan Jaminan Sosial Nasional (DJSN) yang mengagendakan adanya potensi kenaikan iuran BPJS Kesehatan pada Juli 2025. Kenaikan ini dilakukan berhubung lembaga ini berpotensi mengalami defisit pada tahun depan.
"Urgensi menaikkan iuran BPJS itu apa? Potensi adanya defisit pada tahun depan itu baru asumsi jadi tidak bisa dijadikan pijakan. Sangat kontroversial sekali rencana ini. Sebab itu kami menolak keras adanya rencana tersebut," ujar Adhiya saat dikonfirmasi wartawan, Rabu (19/7/23).
Terkait adanya potensi defisit, Adhiya menyebut yang seharusnya bertanggung jawab penuh apabila ada potensi defisit adalah pihak negara, bukan masyarakat ataupun BPJS.
“Logikanya begini, persoalan defisit itu menjadi tanggung jawab pemerintah. BPJS tidak ada kaitannya dengan urusan defisit. BPJS hanya memberikan kepastian pada rakyat mendapatkan layanan kesehatan,” tambahnya.
Lebih lanjut, Adhiya mencatat bahwa kenaikan tersebut tidak menjamin akan adanya peningkatan pelayanan kesehatan yang baik kepada masyarakat.
“Sejak dulu masyarakat itu selalu mengeluh. Pelayanan terhadap pasien yang terdaftar di BPJS ini cenderung sukar mengkases pelayanan kesehatan. Kalau tidak ada jaminan itu kenapa harus ada rencana dinaikkan," tegasnya.
Jika pihak BPJS Kesehatan tetap bersikukuh untuk menaikkan iuran, Adhiya menuntut agar Direktur Utama BPJS Kesehatan dan jajarannya untuk mundur dari jabatan mereka.
“Dirut BPJS Kesehatan dan jajaran di dalamnya harusnya mengevaluasi internal mereka. Jaminan kesehatan yang selama ini mereka suarakan nyatanya tidak banyak membantu masyarakat mendapatkan jaminan kesehatan yang memadai,” ujarnya.