Laporan Wartawan Tribunnews, Larasati Dyah Utami
TRIBUNNEWS.COM, JAKARTA - Sindikat penipuan daring atau lebih dikenal dengan istilah online scamming banyak mengincar orang-orang yang suka pamer harta atau flexing di sosial media.
Mirisnya, penipunya adalah warga negara Indonesia (WNI) yang menjadi korban Tindak Pidana Perdagangan Orang (TPPO) perusahaan online scamming di luar negeri.
Mereka menipu dengan cara membuat akun palsu untuk menipu korban warga Indonesia yang berada di tanah air, setelah mencari tahu profil di sosial media mereka.
Modus-modus ini dipaparkan Direktur Pelindungan WNI Kementerian Luar Negeri (Kemlu), Judha Nugraha pada diskusi bertajuk Pencegahan Kasus Online Scamming dan Pelindungan WNI di Luar Negeri secara hybrid dari Universitas Negeri Yogyakarta (UNY), Jumat (21/7/2023).
"Jadi hati-hati teman-teman yang suka flexing, suka pamer mobil, rumah bagus, itu akan jadi target (online scamming)," ujarnya.
Judha membenarkan kasus korban TPPO online scamming menghiasi pemberitaan lini masa belakangan, karena ada ribuan WNI yang sudah menjadi korbannya.
Para korban TPPO pergi bekerja di luar negeri menggunakan visa berkunjung, bukan dengan visa kerja.
Dengan syarat yang mudah, para WNI diiming-iming akan mendapatkan gaji dollar yang setara dengan Rp 20 juta sebagai customer service.
Baca juga: Kasus TPPO Online Scamming Meningkat Signifikan, Sindikat Incar Korban Berpendidikan
Namun nyatanya begitu sampai di tempat tujuan, mereka ditaruh di sebuah apartemen, disekap dan dipaksa bekerja menipu orang Indonesia.
"Tidak boleh bergerak banyak. Dikasih komputer diminta membuat akun palsu. Mereka diminta untuk menarget siapa korban scamming yang orang indonesia," ujarnya.
Modusnya, mereka diminta membuat akun palsu dengan foto yang dapat memikat korbannya.
Korban selanjutnya diminta untuk berinvestasi bodong, setelah berhasil menipu akun palsu dilenyapkan untuk menghilangkan jejak.
"Biasanya kalau korbannya laki-laki dia pake akun perempuan dengan foto yang seksi, kemudian dia mulai mendekati korban, sampai kepincut. Begitu tertarik, barulah kemudian ditawari investasi bodong. Ketika sudah puluhan ratusan juta sudah ditransfer dengan kripto, akunnya hilang. Jadi uang ratusan juta hilang," kata Judha.