Laporan wartawan tribunnews.com, Danang Triatmojo
TRIBUNNEWS.COM, JAKARTA - Tersangka kasus dugaan suap, Kepala Badan Nasional Pencarian dan Pertolongan (Basarnas) Marsekal Madya TNI Henri Alfiandi memiliki pesawat terbang Zenith 750 Stol tahun 2019 senilai Rp650 juta.
Hal ini tercantum dalam Laporan Harta Kekayaan Penyelenggara Negara (LHKPN) milik Henri. Dalam LHKPN tersebut juga tercantum bahwa pesawat terbang adalah hasil sendiri.
Saat dikonfirmasi, Henri membenarkan bahwa pesawat terbang seharga Rp650 juta itu merupakan hasil rakitannya pribadi.
"Benar dan itu hasil rakitan saya," kata Henri kepada wartawan, Kamis (27/7/2023).
Henri mengaku dirinya merupakan pecinta dirgantara. Dia pun punya visi bahwa memiliki pesawat pribadi itu mungkin dan tak perlu berbiaya mahal.
Ia menjelaskan pesawat Zenith 750 Stol rakitan tahun 2019 itu menggunakan mesin mobil Honda Jazz. Lewat rakitannya ini, Henri ingin membuktikan bahwa dengan pesawat eksperimental, setiap orang bisa terbang.
"Saya pecinta dirgantara. Saya punya visi bahwa punya pesawat itu terjangkau. Saya gunakan mesin mobil Honda Jazz. Saya ingin buktikan bahwa dengan pesawat experimental orang bisa wujudkan terbang," jelas Henri.
Sebagai informasi berdasarkan LHKPN Henri yang dilaporkan ke KPK pada 24 Maret 2023, kekayaannya mencapai Rp10,9 miliar. Kekayaannya tersebut didominasi lima bidang tanah dengan nilai mencapai Rp4,8 miliar yang terletak di Kota Pekanbaru dan Kampar.
Lalu alat transportasi dan mesin Henri dilaporkan mencapai Rp1 miliar, termasuk pesawat Zenith 750 Stol tersebut. Henri juga punya harta bergerak senilai Rp452 juta, kas dan setara kas Rp4 miliar serta harta lainnya Rp600 juta.
Baca juga: Kepala Basarnas Buka Suara Usai Jadi Tersangka: Uang yang Diterima Anak Buah hingga Janji Kooperatif
Sebagai informasi KPK menetapkan Kabasarnas Marsdya Henri Alfiandi bersama empat tersangka lain yakni Anggota TNI AU sekaligus Koordinator Administrasi (Koorsmin) Kabasarnas, Letkol Adm Afri Budi Cahyanto; Komisaris Utama PT Multi Grafika Cipta Sejati (MGCS) Mulsunadi Gunawan; Direktur Utama PT Intertekno Grafika Sejati (IGK) Marilya; dan Direktur Utama PT Kindah Abadi Utama (KAU) Roni Aidil.
Dalam konstruksi perkara disebutkan, sejak tahun 2021 Basarnas melaksanakan beberapa tender proyek pekerjaan yang diumumkan melalui layanan LPSE Basarnas dan dapat diakses oleh umum.
Di tahun 2023, Basarnas kembali membuka tender proyek pekerjaan.
Di antaranya pengadaan peralatan pendeteksi korban reruntuhan dengan nilai kontrak Rp9,9 miliar; pengadaan public safety diving equipment dengan nilai kontrak Rp17,4 miliar; dan pengadaan ROV untuk KN SAR Ganesha (multiyears 2023-2024) dengan nilai kontrak Rp89,9 miliar.
Supaya dapat dimenangkan dalam tiga proyek tersebut, Mulsunadi Gunawan, Marilya, dan Roni Aidil melakukan pendekatan secara personal dengan menemui langsung Henri Alfiandi dan orang kepercayaannya bernama Afri Budi.
Pada pertemuan ini diduga telah terjadi kesepakatan pemberian sejumlah uang berupa fee 10 persen dari nilai kontrak kepada Kabasarnas. Angka 10 persen pun diduga atas permintaan Henri.
"Dalam pertemuan ini, diduga terjadi 'deal' pemberian sejumlah uang berupa fee sebesar 10 persen dari nilai kontrak," kata Wakil Ketua KPK Alexander Marwata dalam jumpa pers di kantornya, Jakarta Selatan, Rabu (26/7/2023).
"Penentuan besaran fee dimaksud diduga ditentukan langsung oleh HA," sambungnya.
Alex menjelaskan hasil pertemuan dan kesepakatan yang dicapai yaitu Henri siap mengondisikan dan menunjuk perusahaan Mulsunadi dan Marilya sebagai pemenang tender untuk proyek pengadaan peralatan pendeteksi korban reruntuhan tahun anggaran 2023.
Sementara perusahaan Roni Aidil menjadi pemenang tender untuk proyek pengadaan public safety diving equipment dan pengadaan ROV untuk KN SAR Ganesha (multiyears 2023-2024).
Mengenai desain dan pola pengondisian pemenang tender di internal Basarnas
sebagaimana perintah Henri di antaranya:
a. Mulsunadi, Marilya dan Roni Aidil melakukan kontak langsung dengan PPK satker terkait.
b. Nilai penawaran yang dimasukkan hampir semuanya mendekati nilai HPS.
Alex mengungkap bahwa kaitan teknis penyerahan uang dimaksud diistilahkan sebagai "dana komando/dako" untuk Henri melalui Afri Budi sebagai berikut:
a. Atas persetujuan Mulsunadi selaku Komisaris Utama PT MGCS kemudian memerintahkan Marilya untuk menyiapkan dan menyerahkan uang sejumlah sekitar Rp999,7 juta secara tunai di parkiran salah satu Bank yang ada di Mabes TNI Cilangkap.
b. Sedangkan Roni Aidil menyerahkan uang sejumlah sekitar Rp4,1 miliar melalui aplikasi pengiriman setoran bank.
Atas penyerahan sejumlah uang tersebut, kata Alex, perusahaan Mulsunadi, Marilya dan Roni Aidil dinyatakan sebagai pemenang tender.
"Dari informasi dan data yang diperoleh tim KPK, diduga HA bersama dan melalui ABC diduga mendapatkan nilai suap dari beberapa proyek di Basarnas tahun 2021 hingga 2023 sejumlah sekitar Rp88,3 miliar dari berbagai vendor pemenang proyek," kata Alex.
"Dan hal ini akan didalami lebih lanjut oleh tim gabungan penyidik KPK bersama dengan tim penyidik Puspom Mabes TNI," tambahnya.
Marilya, Roni Aidil dan Mulsunadi sebagai pihak pemberi suap disangkakan melanggar Pasal 5 ayat (1) huruf a atau b atau Pasal 13 Undang-undang Pemberantasan Tindak Pidana Korupsi (UU Tipikor) jo Pasal 55 ayat (1) ke 1 KUHP.
Sementara itu, KPK menyerahkan proses hukum Henri Alfiandi dan Afri Budi selaku prajurit TNI kepada Puspom Mabes TNI. Hal itu sebagaimana ketentuan Pasal 42 UU KPK jo Pasal 89 KUHAP.