Johanis mewakili tim penyidik KPK lantas meminta maaf kepada Panglima TNI Yudo Margono atas peristiwa ini.
Namun, Johanis tak memberikan pernyataan yang jelas apakah kasus Kabasarnas Henri Alfiandi ini diserahkan kepada Puspom TNI atau tidak.
"Oleh karena itu kami dari jajaran lembaga pimpinan KPK beserta jajaran sudah menyampaikan permohonan maaf melalui pimpinan dan puspom untuk disampaikan kepada Panglima," kata Johanis.
"Karena perkara ini melibatkan Basarnas yang kebetulan pimpinannya dari TNI, tentunya TNI di sana sebagai penyelenggara negara maka penanganannya hisa dilakukan secara koneksitas, tapi bisa dilakukan secara sendiri," imbuhnya.
Diketahui KPK menetapkan Henri Alfiandi dan Anggota TNI AU sekaligus Koordinator Administrasi (Koorsmin) Kabasarnas Letkol Adm Afri Budi Cahyanto sebagai tersangka kasus dugaan suap pelbagai pengadaan barang dan jasa di Basarnas RI tahun anggaran 2021-2023. Mereka merupakan tersangka penerima suap.
Sementara yang berperan sebagai pemberi suap yaitu, Komisaris Utama PT Multi Grafika Cipta Sejati (MGCS) Mulsunadi Gunawan; Direktur Utama PT Intertekno Grafika Sejati (IGK) Marilya; dan Direktur Utama PT Kindah Abadi Utama (KAU) Roni Aidil.
KPK menduga Henri Alfiandi menerima suap sebesar Rp88,3 miliar dari para vendor pemenang lelang proyek di Basarnas pada periode 2021-2023.
Tiga vendor di antaranya, adalah PT Multi Grafika Cipta Sejati (MGCS), PT Intertekno Grafika Sejati (IGK) Marilya, dan PT Kindah Abadi Utama (KAU).
Henri mengondisikan dan menunjuk PT MGCS dan PT IGK sebagai pemenang tender untuk proyek pengadaan peralatan pendeteksi korban reruntuhan dengan nilai kontrak Rp9,9 miliar.
Sedangkan PT KAU diplot menjadi pemenang tender untuk proyek pengadaan Public Safety Diving Equipment dengan nilai kontrak Rp17,4 miliar dan pengadaan ROV untuk KN SAR Ganesha (Multiyears 2023-2024) dengan nilai kontrak Rp89,9 miliar.
Baca juga: KPK Didesak Tuntaskan Kasus Dugaan Korupsi di Basarnas dan Tak Perlu Minta Maaf ke TNI
KPK mensinyalir terjadi deal pemberian sejumlah uang berupa fee sebesar 10 persen dari nilai kontrak. Penentuan besaran fee dimaksud diduga ditentukan langsung oleh Henri Alfiandi.
Komisaris Utama PT MGCS Mulsunadi Gunawan kemudian meminta Direktur Utama PT IGK Marilya menyerahkan uang sejumlah sekitar Rp999,7 juta secara tunai kepada Afri, di parkiran salah satu bank yang ada di Mabes TNI Cilangkap.
Kemudian, Direktur Utama PT KAU Roni Aidil menyerahkan uang sejumlah sekitar Rp4,1 miliar melalui aplikasi pengiriman setoran bank.
Kaitan teknis penyerahan uang dimaksud diistilahkan sebagai "Dako" (Dana Komando) untuk Henri Alfiandi ataupun melalui Afri Budi Cahyanto.