Sebab, dalam perkara ini juga terdapat tiga warga sipil yang menjadi tersangka, yakni: Komisaris Utama PT Multi Grafika Cipta Sejati (MGCS), Mulsunadi Gunawan; Direktur Utama PT Intertekno Grafika Sejati (IGK), Marilya; dan Direktur Utama PT Kindah Abadi Utama (KAU), Roni Aidil. Di mana perkara tiga tersangka sipil itu tentunya masih ditangani KPK.
Dia berpandangan bahwa penanganan perkara dalam suatu peristiwa pidana yang sama, tidak boleh dipisah.
Baca juga: Kisruh OTT Kabasarnas, Ahli Pidana Usul Korupsi Jadi Kejahatan Lintas Profesi dan Institusi
"Secara teori hukum acara pidana, penyelidikan itu dilakukan terhadap suatu peristiwa hukum pidana yang sama.
Artinya, dalam suatu peristiwa dugaan tindak pidana korupsi di Basarnas, dasar hukumnya, dokumen penyelidikannya, itu sama, baik yang sipil ataupun militer. Tidak boleh dipisah," katanya.
Oleh sebab itu, KPK diminta untuk mengusut dugaan korupsi dari proyek bernilai puluhan miliar ini secara menyeluruh.
KPK juga diminta untuk terus memproses melalui peradilan umum, bukan menyerahkannya ke peradilan militer.
"Jangan sampai Undang-Undang Peradilan Militer menjadi penghalang untuk membongkar skandal pencurian uang negara tersebut secara terbuka dan tuntas," ujar perwakilan Koalisi Masyarakat Sipil untuk Reformasi Sektor Keamanan saat mendeklarasikan desakan terkait penanganan perkara ini dalam acara Diskusi Publik bertajuk Kasus Korupsi di Basarnas dan Urgensi Reformasi Peradilan Militer, Minggu (30/7/2023).
(Tribunnews.com/Faryyanida Putwiliani/Ashri Fadilla)
Baca berita lainnya terkait KPK Tangkap Pejabat Basarnas.