News

Bisnis

Super Skor

Sport

Seleb

Lifestyle

Travel

Lifestyle

Tribunners

Video

Tribunners

Kilas Kementerian

Images

Anak Pejabat Pajak Aniaya Remaja

Sidang Mario Dandy, Ahli Sebut Penetapan Restitusi Harus Masuk Akal Jangan Jadi Ajang Pemerasan

Penulis: Rahmat Fajar Nugraha
Editor: Adi Suhendi
AA

Text Sizes

Medium

Large

Larger

Ahli Hukum Pidana Jamin Ginting dalam sidang Mario Dandy di Pengadilan Negeri Jakarta Selatan, Selasa (1/8/2023). Ia mengungkapkan dalam penetapan biaya restitusi untuk pemulihan kondisi korban tindak pidana harus masuk akal.

Laporan Wartawan Tribunnews.com, Rahmat W Nugraha

TRIBUNNEWS.COM, JAKARTA - Ahli Hukum Pidana Jamin Ginting mengungkapkan dalam penetapan biaya restitusi untuk pemulihan kondisi korban tindak pidana harus masuk akal.

Hal itu dikatakan Ginting agar restitusi tidak jadi ajang pemerasan.

Adapun hal itu disampaikan Ginting saat dihadirkan di persidangan sebagai saksi ahli meringankan oleh kuasa hukum Mario Dandy di Pengadilan Negeri Jakarta Selatan, Selasa (1/8/2023).

"Apakah ahli familiar dengan restitusi apa ahli bisa jelaskan?" tanya Kuasa Hukum Mario Dandy di persidangan.

"Jadi dalam konteks pidana itu ada hal-hal yang bisa memulihkan keadaan, membantu dari korban tersebut dalam rangka perlindungan terhadap korban dan memperbaiki korban agar pulih lagi," jawab Ginting.

Baca juga: Pekan Depan, Mario Dandy dan Shane Lukas Dapat Kesempatan Terakhir Ajukan Saksi Meringankan

Ginting melanjutkan ada dua hal utama restitusi dan kompensasi yang telah diatur dalam Undang-Undang LPSK.

"Khusus untuk restitusi itu dikatakan adalah ganti kerugian yang diberikan kepada korban atau keluarganya melalui pelaku ataupun pihak ketiga itu definisinya," kata Ginting.

Kemudian kuasa hukum Mario Dandy kembali bertanya restitusi kaitan dengan hukum pidana apakah azas yang dipakai juga sama.

"Terhadap restitusi ini artinya hukum pidana kita melihat pertanggungjawaban pidana tidak bisa dialihkan. Sehingga si pelaku yang bertanggungjawab terhadap apa yang dilakukan. Bagaimana dengan restitusi ini?" tanya kuasa hukum.

Baca juga: Isi Lengkap Surat Rafael Alun di Sidang Mario Dandy, Ungkap Kondisi Keuangan Keluarga

"Restitusi yang dimaksudkan menyangkut tentang ganti rugi, ganti rugi yang dialami oleh korban, tentu pembuktiannya formil," kata Ginting.

"Karena harus ada dokumen-dokumen pendukung terkait dengan kerugian tersebut. Tetapi memang dalam restitusi juga bisa masuk dalam potensial loss semuanya melalui dinarasikan," sambungnya.

Kemudian dikatakan Ginting bahwa restitusi harus masuk akal agar tidak jadi ajang pemerasan.

"Tetapi harus yang masuk akal. Jangan orang malah restitusi ini jadi ajang pemerasan terhadap pelaku tindak pidana. Karena kalau menjadi tidak masuk akal justru sulit dikabulkan oleh hakim," tutupnya.

Adapun sebelumnya perihal biaya restitusi LPSK telah membeberkan bahwa total restitusi yang diajukan terkait kasus penganiayaan David Ozora mencapai ratusan miliar rupiah.

"Total penghitungan kewajaran LPSK Rp 120.388.911.030," kata Ketua Tim Penghitung Restitusi Lembaga Perlindungan Saksi dan Korban (LPSK) Abdanev Jova di Pengadilan Negeri Jakarta Selatan, Selasa (20/6/2023)

Total Rp 120 miliar itu terdiri dari tiga komponen, yakni: ganti rugi atas kehilangan kekayaan, pergantian biaya perawatan medis atau psikologis, serta penderitaan.

Di antara tiga komponen tersebut, penderitaan memperoleh nilai tertinggi, yaitu Rp 118 miliar.

"Terkait penderitaan 50 miliar (yang diajukan keluarga korban), tim menilai bukti kewajaran 118 miliar 104 juta sekian," ujar Jova.

Kemudian komponen ganti rugi atas kehilangan kekayaan yang dimohonkan Rp 40 juta, tim LPSK memberikan nilai kewajaran Rp 18.162.000.

Adapun komponen pergantian biaya perawatan medis atau psikologis dari Rp 1.315.545.000, tim menilainya menjadi Rp 1.315.660.000.

Komponen penderitaan memiliki nilai terbanyak karena kondisi David yang menderita difuse axonal injury yang tidak menyebabkan cacat permanen.

Berdasarkan proyeksi penghitungan rumah sakit nilai perawatan yanh diperlukan selama setahun mencapai Rp 2,18 miliar.

Kemudian mengingat hanya 10 persen yang sembuh, tim kemudian menghitung perkiraan jangka waktu.

"Merujuk dari umur, ini data BPS Provinsi DKI Jakarta, rata-rata hidup itu 71 tahun. Kemudian 71 tahun ini dikurangi dengan umur korban 17 tahun. Artinya ada proyeksi selama 54 tahun korban ini menderita," katanya.

Dari 54 tahun itu, kemudian tim LPSK mengalikan dengan Rp 2,18 miliar yang diperoleh dari Rumah Sakit Mayapada, tempat David dirawat.

"Dan hasilnya adalah 118.104.480.000 rupiah," ujarnya.

Dapatkan Berita Pilihan
di WhatsApp Anda

Berita Populer

Berita Terkini