Laporan Wartawan Tribunnews.com, Chaerul Umam
TRIBUNNEWS.COM, JAKARTA - Anggota Komisi VI DPR RI Fraksi PAN Intan Fauzi menyatakan, pengaturan perdagangan online, termasuk dalam hal ini mengantisipasi dampak Project S TikTok sangat diperlukan.
"Oleh karenanya Revisi Peraturan Menteri Perdagangan Nomor 50 Tahun 2020 tentang Perizinan Usaha, Periklanan, Pembinaan dan Pengawasan Pelaku Usaha dalam Perdagangan Melalui Elektronik (PPMSE) diharapkan segera terbit," kata Intan kepada wartawan Rabu (2/8/2023).
Intan menilai, bisnis lintas batas atau cross border yang diusung Project S TikTok itu belakangan mendapatkan perhatian dari berbagai pihak.
Sebab kehadiran Project S atau TikTok Shop dikhawatirkan dapat mengancam UMKM lokal.
Apalagi TikTok merupakan media sosial yang tergabung dengan platform e-commerce di dalamnya, sehingga menjadi platform social commerce.
Intan Fauzi menyebutkan, Project S platform elektronik niaga yang diluncurkan oleh perusahaan induk TikTok secara langsung dapat mengancam tumbuh kembangnya pelaku usaha mikro, kecil dan menengah (UMKM) di Tanah Air.
Karenanya, ia meminta pihak TikTok untuk mengikuti aturan-aturan yang ada di Indonesia.
"Perdagangan online di Indonesia diatur dalam Permendag 50 Tahun 2020 tentang Perizinan Usaha, Periklanan, Pembinaan dan Pengawasan Pelaku Usaha dalam Perdagangan Melalui Elektronik (PPMSE). Semuanya harus mengikuti aturan tanpa kecuali," ujar Intan.
Anggota DPR RI dari daerah pemilihan Kota Bekasi dan Depok ini menyatakan, DPR memberikan perhatian terhadap perlindungan UMKM dalam negeri.
Kehadiran TikTok Shop dikhawatirkan akan semakin mempersulit tumbuh kembangnya UMKM Tanah Air paska pandemi Covid-19.
Terlebih konsumen tidak bisa membedakan mana produk lokal dan mana produk impor.
"Pelaku usaha dalam negeri harus mendapatkan perlindungan, jangan sampai kehadiran TikTok Shop mematikan UMKM dalam negeri disaat mereka mulai bangkit setelah dihantam badai pandemi Covid-19," ucap Intan Fauzi.
Ketua Umum Perempuan Amanat Nasional yang maju kembali dari Dapil Jawa Barat VI itu lantas menyinggung pernyataan Kementerian Koperasi dan UKM RI yang menjadi mitra Komisi VI bersama Kementerian Perdagangan RI.
Dimana Kemenkop UKM menerima banyak aduan dari pelaku usaha terkait produk impor yang membanjiri TikTok Shop.
"Kasihan pelaku usaha menengah dan kecil kalau ini dibiarkan. Mereka sedang semangat-semangatnya untuk bangkit setelah terpuruk akibat pandemi Covid-19. Sekali lagi, kami meminta agar Pemerintah benar-benar memberikan perhatian terhadap keberadaan UMKM," ujar Intan.
"Jika terus digempur produk asing yang masuk tanpa mengikuti prosedur dan aturan yang ditetapkan, pelaku usaha mikro dan kecil sulit berkembang, bahkan terancam gulung tikar. Jika sudah begitu, akan susah untuk bangkit lagi karena modal usaha mereka sangat terbatas," imbuh Intan.
Sebelumnya, Menteri Perdagangan Zulkifli Hasan mengatakan jika pihaknya sebenarnya telah menyelesaikan revisi Peraturan Menteri Perdagangan atau Permendag No.50/2020 tentang perdagangan melalui sistem elektronik atau PMSE.
Namun demikian, Permendag memerlukan harmonisasi dengan kementerian lain, salah satunya dengan Kementerian Hukum dan HAM.
Ia menyampaikan, secara garis besar ada tiga poin yang dia ubah dalam revisi Permendag 50/2020. Pertama, bahwa marketplace dan platform digital baik impor maupun lokal harus memiliki izin dan pajak yang sama.
Baca juga: Polemik Project S, TikTok Indonesia Bantah Jalankan Praktik Bisnis Cross Border
Bahwa semua barang impor yang diperdagangkan di lokapasar atau marketplace akan dikenakan pajak layaknya barang lokal.
“Pajak barang impor sama dengan lokal. kalau jualan kan ada pajaknya. Jangan sampai nanti yang platform digital nggak bayar pajak. Matilah kita,” kata Zulhas, Jumat (28/7).
Kedua, Marketplace tidak boleh menjadi produsen. Hal itu dikatakan Zulhas untuk menciptakan persaingan pasar yang sehat. Karena itu market place dilarang memproduksi barang yang akan dijual di platformnya.
Terakhir, Penetapan batas minimal US$ 100 per unit barang yang diperdagangkan di lokapasar atau marketplace oleh pedagang luar negeri. Hal itu dilakukan untuk melindungi barang-barang UMKM yang dijual di marketplace dari banjirnya produk impor murah.