Laporan Wartawan Tribunnews.com, Abdi Ryanda Shakti
TRIBUNNEWS.COM, JAKARTA - Polisi menyebut Bripda IMS (23), anggota Densus 88 Antiteror yang jadi tersangka dalam kasus tewasnya Bripda Ignatius Dwi Frisco Sirage (20) sengaja bawa senjata api (senpi) rakitan ilegal ke Rusun Polri, Cikeas, Bogor, Jawa Barat.
Senpi rakitan ilegal yang diketahui milik seniornya Bripda IG (33) yang juga jadi tersangka dalam kasus itu dibawa untuk ditawarkan ke rekan-rekannya di sana.
Direktur Reserse Kriminal Umum Polda Jawa Barat Kombes Surawan mengatakan Bripda IMS juga sempat menunjukkan senjata api tersebut kepada Bripda Ignatius saat berada di kamar saksi AN sebelum insiden itu terjadi.
"Dari percakapan terakhir, tersangka itu mengeluarkan senjata kemudian mengucapkan ‘nih saya punya senjata’, enggak sengaja dia menarik pelatuk," kata Surawan saat dikonfirmasi, Kamis (3/8/2023).
Meski begitu, Surawan mengatakan saat itu Bripda IMS hanya baru memperlihatkan senpi itu dan belum ada transaksi jual senpi rakitan ilegal itu.
"Dari keterangan saksi-saksi yang ada, kepada IDF baru sampai memperlihatkan, belum sampai menawarkan," ujarnya.
"Baru sebatas menunjukkan untuk ditawarkan kepada saksi-saksi di TKP. Belum sampai ada penjualan, baru diperlihatkan saja," imbuhnya.
Keluarga Curiga Karena Bisnis Senpi Ilegal
Sebelumya, Ayah korban Y Pandi menduga, anaknya, Bripda Ignatius Dwi Frisco (IDF) Sirage sempat cekcok sebelum tewas ditembak senior, karena menolak tawaran bisnis senpi ilegal di Densus 88.
Ia mendapatkan informasi itu dari penyidik yang melakukan identifikasi kasus tersebut.
"Anak saya tidak pernah bercerita tentang senpi tetapi menurut keterangan dari tim penyidik saat kami berada di Jakarta kemarin," ujar Y Pandi dikutip dari wawancara Kompas TV, Kamis (27/7/2023).
"Mereka memberi keterangan bahwa sempat cekcok ketika senior ini mungkin menawarkan bisnis senpi ilegal kepada anak saya tetapi mungkin barangkali anak saya menolak," tutur dia.
Ketika menolak itulah kemungkinan cekcok dan berakhir pada penembakan.