Laporan Wartawan Tribunnews.com, Ilham Rian Pratama
TRIBUNNEWS.COM, JAKARTA - Komisi Pemberantasan Korupsi (KPK) menduga dana fiktif tunjangan kinerja (tukin) pegawai Kementerian ESDM dipakai membeli rumah di kawasan elite Bandung, Jawa Barat.
Adapun yang membeli adalah tersangka Christa Handayani Pangaribowo (CHP), Bendahara Pengeluaran.
Baca juga: Periksa Eks Irjen ESDM, KPK Dalami Pelaksanaan Audit Internal Terkait Temuan Tukin Fiktif
Hal itu kemudian didalami penyidik KPK lewat pemeriksaan empat saksi di Kantor Kepolisian Resor Kota Besar Bandung, Rabu (9/8/2023).
Empat saksi dimaksud antara lain, Adhi Romzy, Direktur Utama PT Pesona Mitra Kembar; Lourino Rosiana Ngadil, Assisstant Legal General Manager PT Pesona Mitra Kembar Mas; Ocim, swasta; dan Kustiah, mengurus rumah tangga.
Keempatnya diperiksa dalam penyidikan kasus dugaan korupsi pembayaran tukin pegawai di Kementerian ESDM tahun anggaran 2020-2022.
"Para saksi hadir dan didalami pengetahuannya antara lain masih terkait dengan dugaan penggunaan dana fiktif tukin untuk pembelian rumah dikawasan elite di wilayah Bandung oleh tersangka CHP," kata Juru Bicara KPK Ali Fikri, Kamis (10/8/2023).
Dalam kasus ini, KPK menetapkan 10 orang sebagai tersangka.
10 tersangka dimaksud antara lain, Priyo Andi Gularso (PAG), Subbagian Perbendaharaan/PPSPM; Novian Hari Subagio (NHS), Pejabat Pembuat Komitmen (PPK); Lernhard Febian Sirait (LFS), Staf PPK; Abdullah (A), Bendahara Pengeluaran; dan Christa Handayani Pangaribowo (CHP), Bendahara Pengeluaran.
Kemudian, Haryat Prasetyo (HP), PPK; Beni Arianto (BA), Operator SPM; Hendi (H), Penguji Tagihan; Rokhmat Annashikhah (RA), PPABP; dan Maria Febri Valentine (MFV),Pelaksana Verifikasi dan Perekaman Akuntansi.
Dari kontruksi perkara yang disampaikan Ketua KPK Firli Bahuri, diceritakan bahwa kasus bermula dari realisasi pembayaran belanja pegawai di Kementerian ESDM selama 2020 sampai 2022 sebesar Rp221.924.938.176 yang dimanipulasi para tersangka.
Komisi antikorupsi menduga proses pengajuan anggaran itu tidak disertai data dan dokumen pendukung.
"Pengkondisian daftar rekapitulasi pembayaran dan daftar nominatif di mana Tersangka PAG meminta kepada LFS agar 'dana diolah untuk kita-kita dan aman', menyisipkan' nominal tertentu kepada 10 orang secara acak, pembayaran ganda atau lebih kepada 10 orang yang telah ditentukan," kata Firli di Gedung KPK, Jakarta Selatan, Kamis (15/6/2023).
Dari siasat itu, nominal tukin, yang seharusnya dibayar Rp1.399.928.153, menggelembung menjadi Rp29.003.205.373.
Baca juga: Jaksa Eksekusi SPBU hingga Puluhan Ribu Hektar Tanh dari Eks Pimpinan DPRD Jabar