Laporan Wartawan Tribunnews.com, Erik Sinaga
TRIBUNNEWS.COM, JAKARTA - Putusan Mahkamah Agung (MA) terkait kasus pembunuhan berencana terhadap Brigadir Nofriansyah Yosua Hutabarat alias Brigadir J, yang melibatkan terdakwa Ferdy Sambo, menuai pro dan kontra di tengah masyarakat.
Mantan Hakim Agung Gayus Lumbuun serta beberapa pakar hukum memberikan pandangan yang berbeda terkait keputusan ini.
Gayus Lumbuun mengajak masyarakat menerima putusan tersebut dengan bijak.
Selain itu, Gayus menilai putusan MA terkait hukuman Ferdy Sambo tidak turun terlalu jauh dan masih mengakomodir tuntutan jaksa.
"Setiap keputusan pengadilan pasti memiliki pro dan kontra, namun ketika putusan sudah diambil, perdebatan harus berakhir. Terlebih lagi, putusan kasasi ini memiliki sifat final dan mengikat," tegas Gayus pada Kamis (10/8/2023).
Ia juga menekankan pentingnya menghormati dan menerima putusan pengadilan tanpa mempertanyakan motif di baliknya.
Guru Besar Hukum senior ini sangat memahami ada masyarakat yang kecewa dengan vonis tersebut, tetapi ia berpesan agar jangan berpikir negatif.
Gayus Lumbuun menegaskan Mahkamah Agung (MA) merupakan lembaga peradilan tertinggi, sehingga berhak mengoreksi putusan sebelumnya.
"Kita tidak boleh berpikir negatif meski kecewa. Saya memaklumi, masyarakat mungkin kecewa", Jelas Gayus
Guru Besar Universitas Krisnadwipayana (Unkris) yang semasa menjadi hakim agung juga kerap menjatuhkan hukuman mati menekankan bahwa Judex juris berkonsentrasi kepada prosedur hukum apakah ada yang melampaui batas wewenangnya dan apakah ada batas intervensi yang dilanggar.
Inilah mengapa bisa diubah di tingkat kasasi di Mahkamah Agung
Indonesia Police Watch (IPW) juga mengomentari putusan MA terkait kasus Ferdy Sambo.
Menurut Ketua IPW, Sugeng Teguh Santoso, putusan Mahkamah Agung yang mengubah hukuman mati menjadi penjara seumur hidup dianggap tepat.