Sehingga, anak membutuhkan kepastian hak-hak mereka seperti hak untuk tidak diperlukan secara diskriminasi, hak untuk mendapatkan kepastian pendidikan dan perlindungan.
"Sehingga, negara harus juga bisa memfasilitasi itu semua dan kemudian kami juga harus menerapkan lembaga apa yang bisa melindungi masing-masing pihak," kata Selly.
Sementara itu, Deputi Pemenuhan Hak Anak KemenPPPA Rini Handayani menambahkan, jika adanya perceraian dari pasangan suami-istri, maka anak tetap mendapatkan haknya dari orangtuanya itu.
Baca juga: Imbas Perceraian Anang Hermansyah dan Kris Dayanti, Aurel Hermansyah Trauma Ameena jadi Korban
"Tapi dimana penempatan hak itu akibat dari keterpisahan orangtua. Ini juga yang sebenarnya menyatakan suara anak itu sendiri, jadi tidak bisa dan putusan walau memang Undang-Undang sudah menyatakan 12 tahun Hak asuh ada di ibu, tapi hak asuh itu tidak tetap harus ada di sana," ujar Rini.
"Apabila terjadi pelanggaran-pelanggaran hak yang diperoleh oleh anak, jadi itu bisa dialihkan kepada ayah. Tapi intinya anak tidak bisa memilih, dia mau diasuh oleh siapa anak ingin lahir dan batin karena ada di orangtuanya. Nah kitalah menyebabkan anak-anak kita yang menjadi korban," sambung Rini.
Lalu, terkait pertemuan ini dilakukan bukan hanya sekali saja. Melainkan juga sudah beberapa kali melakukan pertemuan dengan kementerian/lembaga yang memang sudah banyak ibarat gunung es.
"Kalau dilihat angka perjalanan itu sangat tinggi angka perceraian, maka fokus adalah untuk upaya pencegahan bagaimana penguatan kualitas keluarga. Sehingga tidak terjadi lagi kasus-kasus yang seperti ini," kata Rini.
"Kami dalam upaya pencegahan tentu regulasi tadi ada kekosongan hukum, karena tidak ada satu mandat pun kepada lembaga manapun untuk melakukan seperti penarikan anak apabila tidak sesuai dengan amar putusan pengadilan dan juga tidak belum diatur secara detail terkait dengan eksekusi keputusan pengadilan," tutup Rini.