News

Bisnis

Super Skor

Sport

Seleb

Lifestyle

Travel

Lifestyle

Tribunners

Video

Tribunners

Kilas Kementerian

Images

Penjelasan RSAB Harapan Soal Kondisi Pasien Nala saat Datang ke Rumah Sakit: Punya Penyakit Bawaan

Editor: Malvyandie Haryadi
AA

Text Sizes

Medium

Large

Larger

Ilustrasi bayi. Berikut ini adalah penjelasan pihak Rumah Sakit Anak dan Bunda (RSAB) Harapan Kita soal kondisi bayi dua bulan bernama Lanala Ayudisa Halim saat pertama kali masuk ke ruang perawatan.

TRIBUNNEWS.COM, JAKARTA - Berikut ini adalah penjelasan pihak Rumah Sakit Anak dan Bunda (RSAB) Harapan Kita soal kondisi bayi dua bulan bernama Lanala Ayudisa Halim saat pertama kali masuk ke ruang perawatan.

Seperti diketahui, seorang bayi perempuan bernama Lanala Ayudisa Halim diduga menjadi korban kelalaian pihak Rumah Sakit Anak dan Bunda (RSAB) Harapan Kita, Jakarta.

Kasus ini viral setelah Ibu sang bayi, Chintia Suciati (29) membagikannya di akun Instagramnya pada Senin (14/8/2023) lalu.

Peristiwa ini bermula saat anak Chintia, lahir dalam keadaan didiagnosis mengidap penyakit ileostomi dan kelainan hati di RS Pelni pada 13 Juni lalu.

Sebulan berselang, pada 12 Juli, anak Chintia yang kerab disapa Nala ini dirujuk ke Poli Gastro di RSAB Harapan Kita, akibat kelainan hati yang dideritanya.

Humas RSAB, Nia Kurniati menyampaikan, kondisi Nala sudah berat sejak pertama kali dipindahkan dari RS type B ke type A di RSAB.

Pasalnya, Nala sudah memiliki penyakit bawaan sejak dilahirkan ke dunia.

"Pasien ini lahir emang ada kelainan dengan atresia usus halus dan sudah dilakukan operasi di rumah sakit lain," kata Nia saat ditemui di RSAB Harapan Kita, Jumat (18/8/2023).

"Kemudian dengan operasi ini memang kondisinya adalah ususnya pendek. Dengan kondisi usus pendek ini, untuk penyerapan nutrisi ini juga sulit," lanjut dia.

Sementara saat perawatan di RSAB, lanjut dia, tim medis tidak melakukan operasi pada Nala, melainkan proses refeeding saja.

"Yaitu feses yang keluar ini ditampung selama tiga jam, kemudian yang cairnya diambil kembali, dimasukkan kembali. Harapannya adalah cairan elektrolit dan lain-lain bisa terserap," jelas Nia.

"Karena jika itu tidak terserap, maka akan mengganggu kondisi kesehatan gizi segala itu terganggu," lanjutnya.

Hal tersebutlah yang kemungkinan terjadi pada Nala. Pasalnya, lanjut Nia, bayi dengan kondisi berat seperti Nala memiliki risiko terkena infeksi.

Yang mana apabila infeksi tersebut terjadi, maka kecenderungan pendarahan menjadi sangat tinggi.

"Kondisinya sudah kondisi yang sangat berat. Kemudian dengan kondisi yang seperti itu, dia risiko infeksinya sangat berat dan memang sudah terjadi infeksi," kata Nia.

"Dengan terjadi infeksi yang menyeluruh di tubuhnya pasien ini, kecenderungan untuk terjadi perdarahan sangat tinggi," imbuhnya.

Akibatnya, nutrisi cairan yang keluar tidak terserap oleh tubuh. Walhasil, berat badan bayi pun sulit untuk merangkak naik.

"Kemudian bisa terjadi di gangguan hati. Kemudian dengan terjadi gangguan hati akan timbul kuning, selain itu jika memang terjadi perdarahan, ini masalah-masalah lain bisa timbul. Mungkin bisa terjadi kejang dan lain-lain," ungkap Nia.

Nia menegaskan, bukan perkara susu formula yang menyebabkan Nala mengalami kritis.

Tetapi, memang bayi tersebut sudah memiliki kelainan short bowel syndrom sejak lahir.

"Kami ingin masyarakat itu paham, mungkin bisa teredukasi kondisi Lanala seperti apa sih," kata Nia.

"Masyarakat bisa teredukasi bahwa sebetuknya kondisi adik Nala seperti apa sih. Kami pihak RS berupaya optimal, untuk sampai saat ini kami masih mengusahakan tata laksana pengobatan," jelasnya.

Di akhir, Nia menyampaikan jika Nala saat ini sudah membaik kondisinya. Selain itu, berat badannya juga mulai bertambah dan pendarahan di kepalanya berkurang.

Untuk informasi, melansir dari medspace.com, short bowel syndrom merupakan kelainan yang secara klinis didefinisikan sebagai malabsorpsi, diare, steatorrhea, gangguan cairan dan elektrolit, dan malnutrisi.

Faktor etiologi akhir yang umum pada semua penyebab sindrom usus pendek adalah hilangnya fungsi atau anatomi segmen usus halus yang luas sehingga kapasitas penyerapan sangat terganggu.

Meskipun reseksi usus besar saja biasanya tidak menyebabkan sindrom usus pendek, keberadaan kondisi tersebut dapat menjadi faktor penting dalam pengelolaan pasien yang kehilangan banyak usus kecil.

Reseksi usus kecil besar-besaran membahayakan proses pencernaan dan penyerapan.

Sementara pencernaan dan penyerapan yang memadai tidak dapat terjadi, dan status gizi yang tepat tidak dapat dipertahankan tanpa perawatan suportif. (m40)

Sumber: WARTA KOTA

Dapatkan Berita Pilihan
di WhatsApp Anda

Berita Populer

Berita Terkini