News

Bisnis

Super Skor

Sport

Seleb

Lifestyle

Travel

Lifestyle

Tribunners

Video

Tribunners

Kilas Kementerian

Images

Tunjangan Kinerja di Kementerian ESDM

Johanis Tanak: Kenapa Dewas KPK Cari-cari Kesalahan Saya?

Penulis: Abdul Qodir
Editor: Wahyu Aji
AA

Text Sizes

Medium

Large

Larger

Wakil Ketua KPK Johanis Tanak 

Laporan Wartawan Tribunnews.com, Abdul Qodir
 
TRIBUNNEWS.COM, JAKARTA — Wakil Ketua Komisi Pemberantasan (KPK) Johanis Tanak menilai adanya sikap sejumlah anggota Dewan Pengawas (Dewas) KPK mencari-cari kesalahan dirinya. 

Johanis menjelaskan, hal ini bermula ketika Dewas KPK mengambil hasil kloning telepon genggam Plh Dirjen Minerba yang juga Kepala Biro Hukum Kementerian ESDM Idris Sihite dari Deputi di KPK. 

Dari hasil kloning didapati tujuh percakapan whatsapp. Ada tiga yang langsung dihapus seketika itu juga, 2 whatsapp tidak dihapus.

Namun, bukannya dimusnahkan lantaran tidak ada kaitannya dengan tindak pidana korupsi justru oleh anggota Dewas KPK, Albertina Ho, Harjono dan Syamsuddin Haris dibawa ke sidang etik. 

Padahal, menurut Johanis, sebagaimana diatur di dalam Pasal 12D ayat 1 UU 19 Tahun 2019 tentang perubahan kedua atas UU KPK, dijelaskan hasil penyadapan bersifat rahasia dan hanya untuk kepentingan peradilan dalam pemberantasan tindak pidana korupsi. 

Lalu dalam Pasal 12D ayat 2 menegaskan, hasil penyadapan yang tidak terkait dengan tindak pidana korupsi yang sedang ditangani oleh KPK wajib dimusnahkan. 

Namun sebaliknya, percakapan Whatsapp Johanis Tanak dengan Idris Sihite menyebar dan menjadi konsumsi publik, dan diunggah oleh salah satu akun di media sosial. 

“Kalau hal itu dilakukan demi penyelidikan dan penyidikan silahkan. Tetapi ini tidak, kenapa dia ambil itu? Itukan termasuk ke dalam kualifikasi membocorkan rahasia negara. Perbuatan membocorkan rahasia negara diatur di dalam Pasal 112-115 KUHP,” kata Johanis Tanak dalam keterangannya, Minggu (20/8/2023). 

Seharusnya, lanjut Johanis, Dewas KPK mencari siapa yang membocorkan hasil kloningan telepon genggam Idris Sihite tersebut. 

Menurut mantan Kajati Jambi tersebut, idealnya Dewas berkoordinasi dengan Pimpinan KPK untuk selanjutnya Inspektorat untuk mencari siapa pembocor hasil kloningan handphone Idris Sihite, bukan justru mempersoalkan Whatsapp dirinya kepada Idris Sihite.

Selain tidak ada kaitannya dengan tidak pidana korupsi, Idris Sihite juga bukan seorang tersangka dalam kasus yang tengah ditangani oleh KPK. 

“Kenapa ujug-ujug saya, seolah-olah Dewas mencari-cari kesalahan saya. Kenapa saya jadi terperiksa dalam masalah etik, seolah-olah saya bersalah,” ujarnya.

Baca juga: Dewas KPK Sebut Sidang Etik Johanis Tanak Rampung Agustus Ini

Kata Johanis, kentalnya sejumlah anggota Dewas mencari-cari kesalahan dalam sidang kode etik tersirat saat Ketua Dewas KPK Tumpak Hatarongan Penggabean dan Prof Indriyanto Seno Adji (ISA) tidak ikut menyidangkan. 

“Menurut analisa saya, tentunya dia (Tumpak dan ISA) juga tahu bahwa hasil kloning dari hp Idris Sihite itu adalah rahasia negara sebagaimana diatur dalam UU KPK. Inikan rahasia negara, makanya mungkin itulah sebabnya mereka tidak mau terlibat hal itu,” kata mantan Kajati Sulawesi Tengah dan Jambi itu. 

“Dan Whatsapp itu juga sudah dihapus putus, dan apa tindaklanjutnya, tidak ada,” sambungnya. 

Ia mengingatkan, Pasal 37B ayat 1 huruf d UU 19 Tahun 2019 diatur bahwa Dewas KPK bertugas menerima dan menindaklanjuti laporan masyarakat mengenai adanya dugaan pelanggaran kode etik pimpinan KPK dan pegawai KPK. 

Jika Dewas merujuk kepada Pasal 4 huruf b Peraturan Dewas Nomor 4 Tahun 2021 yang mengatur bahwa informasi pelanggaran berasal dari temuan, hal ini, jelas bertentangan dengan Pasal 37B ayat 1 huruf d UU Nomor 19 Tahun 2019. Sebab, hirarki Peraturan Dewas lebih rendah daripada undang-undang.

“Dalam teori ilmu hukum disebut bahwa peraturan yang lebih rendah tidak boleh bertentang dengan peraturan yang lebih tinggi atau biasa disebut Lex Superior Derogat Legi Imperior,” ungkap mantan Direktur B Intelijen Kejaksaan Agung ini.

Sementara itu, Idris Sihite, juga tidak terlibat dalam kasus Tunjangan Kinerja (Tukin) di Kementerian ESDM yang tengah ditangani oleh KPK.

Pasalnya, Idris mendapat perintah untuk menjadi Plh Dirjen di Kementerian ESDM itu pada tahun 2022, sementara kasus Tukin terjadi pada tahun 2020-2022 sebelum Idris Sihite menjabat sebagai Plh Dirjen Minerba.  

Penyelidikan kasus itu, sudah dimulai tahun 2020. 

Johanis menegaskan, Pasal 4 ayat 1 huruf a dan b mengatur, insan KPK dan pimpinan KPK tidak boleh berkomunikasi dengan orang yang telah menjadi tersangka, terdakwa dan terpidana.

Baca juga: Sidang Etik Wakil Ketua KPK Johanis Tanak Kembali Digelar Jumat Ini, Agendanya Pemeriksaan Ahli

“Sampai saat ini Idris tidak pernah jadi tersangka, apalagi terdakwa. Tidak pernah diperiksa sebagai saksi pada saat saya Whatsapp itu,” tukasnya.

Dapatkan Berita Pilihan
di WhatsApp Anda

Berita Populer

Berita Terkini