TRIBUNNEWS.COM, JAKARTA - Direktur Eksekutif Indo Barometer M Qodari tidak sependapat dengan Ketua MPR RI Bambang Soesatyo atau Bamsoet soal pentingnya Pokok-Pokok Haluan Negara (PPHN) sebagai produk hukum yang dapat mencegah, sekaligus menjadi solusi mengatasi persoalan yang dihadapi oleh negara.
Penetapan PPHN diwacanakan Bamsoet dalam pidato pengantar Sidang Tahunan MPR RI Tahun 2023 dan Sidang Bersama DPR RI dan DPD RI Tahun 2023, di Gedung Nusantara MPR RI/DPR RI/DPD RI, di Kompleks Parlemen, Jakarta, Rabu, 16 Agustus 2023.
Qodari menilai, pembahasan mengenai penetapan PPHN itu akan menjadi masalah dikemudian hari jika nantinya presiden terpilih tidak memiliki visi misi sesuai PPHN.
Sehingga, dalam konteks itu, Qodari mengusulkan wacana lain dalam kesempatan amandemen UUD 1945, yakni mengajukan masa jabatan presiden menjadi selama 5 periode untuk menuntaskan pembangunan.
“PPHN itu problematik, kan Bamsoet mengusulkan PPHN, saya bilang kalau ada calon presiden yang visi misinya tidak sama dengan PPHN dan dia menang apa yang terjadi apa MPR mau meng-impeach terpilih, kan salah,” kata Qodari, dalam keterangannya di acara study meeting Rakernas GAMKI di Medan, dikutip Selasa (22/8/2023).
Dikatakan Qodari, di satu sisi ada potensi presiden terpilih digulingkan oleh MPR karena tidak sesuai PPHN.
Bersamaan dengan itu, mayoritas rakyat yang memilihnya pasti akan marah dan menimbulkan kegaduhan politik yang bisa berimbas ke krisis ekonomi.
Di sisi lainnya, MPR juga akan disalahkan jika membiarkan seorang presiden melakukan pelanggaran konstitusi.
“Pertama, karena melanggar PPHN kemudian di impeach rakyat kan marah, rakyat yang pilihkan, yang kedua kalau dibiarin saja melanggar konstitusi dong,” ujarnya.
Untuk itu, kata Qodari, demi keberlangsungan pembangunan Indonesia dalam jangka panjang, maka pembahasan amandemen UUD 1945 perlu mengubah masa periode jabatan presiden dari maksimal dua periode menjadi lima periode.
“Jadi saya mengusulkan kalau untuk niatnya itu untuk memastikan pembangunan jangka panjang berjalan itu amendemen boleh 5 periode saja, karena sudah menjadi semacam kesepakatan bahwa dalam jangka panjang itu 25 tahun dan pembangunan membutuhkan 25 tahun,” ujarnya.
Qodari menjelaskan, masyarakat tidak perlu khawatir dengan stigma negatif soal jabatan presiden terlalu lama, sebab hal itu menurutnya tergantung daripada hasil kepuasan dari kinerja presiden itu sendiri.
Pasalnya, tidak ada jaminan seorang akan menjabat selama lima periode karena setiap lima tahun sekali akan dikocok ulang dan dipilih kembali oleh rakyat.
“Kalau rakyat tidak setuju jangan kan lima periode, dua periode juga gak bisa karena tiap lima tahunnya ada pemilu,” ujarnya.