News

Bisnis

Super Skor

Sport

Seleb

Lifestyle

Travel

Lifestyle

Tribunners

Video

Tribunners

Kilas Kementerian

Images

Pemilu 2024

MK Bolehkan Kampanye di Fasilitas Pendidikan, Muhammadiyah Prihatin 

Penulis: Larasati Dyah Utami
Editor: Johnson Simanjuntak
AA

Text Sizes

Medium

Large

Larger

Sekretaris PP Muhammadiyah, Muhammad Izzul Muslimin saat ditemui di kantor DPP LDII, Senayan, Jakarta Selatan, Rabu (23/8/2023).

TRIBUNNEWS.COM, JAKARTA - Mahkamah Konstitusi (MK) mengeluarkan putusan Nomor 65/PUU-XXI/2023.

Salah satu poin putusan tersebut memperbolehkan peserta Pemilu berkampanye di fasilitas pemerintah dan pendidikan (sekolah dan kampus) sepanjang tidak menggunakan atribut kampanye.

Namun hal ini menuai pro dan kontra di masyarakat, tidak terkecuali di kalangan ormas Islam yang salah satunya Pengurus Pusat (PP) Muhammadiyah. 

Sebagai ormas yang memiliki banyak lembaga pendidikan yang tersebar di seluruh Indonesia, Sekretaris PP Muhammadiyah, Muhammad Izzul Muslimin menyampaikan keprihatinan dengan dikeluarkannya putusan itu.

Ia menyoroti perlunya aturan main yang lebih jelas agar hasil putusan ini tidak menimbulkan konflik di lapangan. 

"Mungkin kalau untuk perguruan tinggi dan sifatnya seimbang mungkin itu tidak masalah, kalau tidak ada pemaparan visi misi calon-calon legislatif atau eksekutif. Tetapi ketika itu sampai di level sekolah apalagi SD, SMP menurut saya itu bahaya sekali. Apalagi membawa kepentingan-kepentingan politik yang siswa itu belum tentu siap. Terutama kalau itu yang muncul penggalangan massa," kata Izzul saat ditemui di kawasan Senayan, Jakarta Selatan, Rabu (23/8/2023).

Menurutnya Sekretaris PP Muhammadiyah itu pelaksanaan aturan MK tersebut belum sepenuhnya siap jika dilakukan pada Pemilu kali ini.

Sebab perlu ada suatu proses aturan main yang lebih jelas agar lembaga pendidikan mengantisipasi hal-hal yang tidak diinginkan.

Baca juga: Formappi: PKPU Kampanye Longgar, KPU Tidak Serius Melakukan Tahapan Penyelenggaraan Pemilu

Contohnya mengantisipasi adanya konflik perbedaan pemikiran politik di antara pemangku kepentingan yang ada di satuan pendidikan.

"Kalau tidak yang terjadi justru malah bukannya malah membuat pencerahan bagi siswa dan bagi sekolah, tapi justru sebaliknya malah menimbulkan konflik," ujarnya. 

Dapatkan Berita Pilihan
di WhatsApp Anda

Berita Populer

Berita Terkini