Laporan Wartawan Tribunnews.com, Ilham Rian Pratama
TRIBUNNEWS.COM, JAKARTA - Perkara dugaan korupsi mantan pejabat Direktorat Jenderal Pajak Rafael Alun Trisambodo disebut bisa menjadi preseden baru dalam mengungkap kasus korupsi dari Laporan Harta Kekayaan Penyelenggara Negara (LHKPN).
"Kalau ini sukses. Terobosan ini akan menjadi preseden baru dari hasil LHKPN yang selama ini dianggap tidak ada muatannya atau tidak berdampak kepada proses hukum," ujar Wakil Ketua KPK Nurul Ghufron di Gedung Merah Putih KPK, Jakarta Selatan, Kamis (24/8/2023).
Ghufron mengatakan bahwa KPK sedang mengembangkan LHKPN dari instrumen yang bersifat administratif menjadi sebuah instrumen penindakan.
Dia berharap masyarakat bisa berpartisipasi dalam memberantas korupsi dengan memberikan informasi ke KPK.
"Jadi mohon dukungannya siapa tahu nanti ada masyarakat atau media juga menemukan alat bukti lain yang bisa kita usulkan dalam proses penindakan ini," kata Ghufron.
Baca juga: Rafael Alun Hadapi Dakwaan Jaksa KPK Rabu 30 Agustus 2023, Berikut Susunan Majelis Hakim
Adapun Rafael Alun Trisambodo akan segera menghadapi dakwaan Jaksa Penuntut Umum (JPU) KPK pada Rabu (30/8/2023) pekan depan.
Dia akan didakwa atas perkara penerimaan gratifikasi dan Tindak Pidana Pencucian Uang (TPPU).
Sidang perdana Rafael akan digelar di Pengadilan Negeri Tindak Pidana Korupsi (Tipikor) Jakarta Pusat.
Di mana, perkara Rafael Alun Trisambodo diberi nomor registrasi 75/Pid.Sus-TPK/2023/PN Jkt.Pst.
Rafael Alun akan didakwa telah menerima gratifikasi sebesar Rp16,6 miliar.
Selain itu, Rafael Alun juga diduga telah melakukan pencucian uang senilai Rp31,7 miliar pada periode 2003-2010.
Kemudian, pada periode 2011-2023, Rafael Alun disebut telah melakukan pencucian uang sejumlah Rp26 miliar, 2 juta dolar Singapura, dan 937 ribu dolar AS.
Adapun Rafael Alun diduga menerima gratifikasi sebesar 90.000 dolar AS atau sekira Rp1,35 miliar dari beberapa wajib pajak atas pengondisian berbagai temuan pemeriksaannya.
Gratifikasi itu diduga diterima Rafael melalui PT Artha Mega Ekadhana (AME).
KPK menyebut beberapa wajib pajak diduga menggunakan PT AME untuk mengatasi permasalahan pajak khususnya terkait kewajiban pelaporan pembukuan perpajakan pada negara melalui Ditjen Pajak.