Laporan Wartawan Tribunnews.com, Danang Triatmojo
TRIBUNNEWS.COM, JAKARTA - Ketua Indonesia Police Watch (IPW), Sugeng Teguh Santoso mengkritisi lolosnya Irjen Napoleon Bonaparte dari pemecatan atau putusan Pemberhentian Tidak Dengan Hormat (PTDH) dalam sidang Komisi Kode Etik dan Profesi (KKEP) Polri. Napoleon hanya dijatuhi sanksi pemindahan jabatan lebih rendah alias demosi.
Sugeng mengatakan putusan tersebut jadi preseden buruk, dan bisa menjadi pertanyaan publik mengapa pelaku yang sudah ditetapkan bersalah terlibat kasus korupsi justru dipertahankan oleh institusi Bhayangkara.
"IPW merasa Polri mulai kendor di dalam menegakkan sanksi disiplin kepada anggotanya. Ini agak mengkhawatirkan, bisa menjadi preseden dan bisa menjadi pertanyaan publik bahwa pelaku korupsi, nanti kalau sudah dihukum, tidak akan diberhentikan," kata Sugeng saat dihubungi, Selasa (29/8/2023).
Sugeng kemudian mencermati Peraturan Pemerintah (PP) Nomor 1 Tahun 2003 tentang Pemberhentian Anggota Polri yang diduga jadi sebab Napoleon selamat dari pemecatan.
Dalam PP tersebut, tertuang aturan bahwa anggota Polri diberhentikan dengan tidak hormat bila terbukti melakukan tindak pidana berdasarkan putusan pengadilan yang berkekuatan hukum tetap.
Baca juga: Irjen Napoleon Bonaparte Terima Disanksi Demosi 3 Tahun 4 Bulan, Tak akan Ajukan Banding
Namun dalam bunyi frasa pada Pasal 12 huruf 1a, tertuang ketentuan bahwa pemecatan itu juga diambil berdasarkan pertimbangan pejabat berwenang bahwa yang bersangkutan tidak dapat dipertahankan.
"Diduga juga akan mendapat keringanan-keringanan. Dalam PP Nomor 1 Tahun 2003 tentang Pemberhentian Anggota Polri, disebutkan bahwa anggota Polri diberhentikan tidak dengan hormat apabila terbukti melakukan tindak pidana berdasarkan putusan pengadilan yang telah berkekuatan hukum tetap, dan atas pertimbangan dari pejabat untuk tidak dipertahankan," kata Sugeng.
"Ini ada buntutnya memang, ada frasa 'dan atas pertimbangan dari pejabat untuk tidak dipertahankan'," ungkap dia.
Sugeng pun menduga lolosnya Napoleon dari pemecatan karena adanya pejabat berwenang yang ingin tetap mempertahankan eks Kadiv Hubungan Internasional Polri tersebut.
Di sisi lain, frasa tersebut juga memberikan peluang bagi anggota Polri yang meski terbukti bersalah di pengadilan, tapi tetap bisa dipertahankan dalam institusi Bhayangkara.
"Artinya kalau pertimbangannya dipecat ya dipecat, jadi ada pertimbangannya. Kalau frasa pertama kan tegas PTDH, tapi ada frasa yang membuat peluang seorang anggota Polri tidak dipecat atas pertimbangan pejabat," kata Sugeng.
Sebagai informasi hasil sidang Komisi Kode Etik dan Profesi (KKEP) Polri yang digelar pada Senin (28/8/2023), Irjen Napoleon hanya dijatuhi sanksi demosi selama 3 tahun 4 bulan. Napoleon lolos dari pemecatan secara tidak hormat.
Sidang KKEP Polri tersebut dipimpin oleh Irwasum Polri Komjen Ahmad Dofiri sebagai ketua dan Wadankor Brimob Polri Irjen Imam Widodo sebagai wakil ketua.
Sementara untuk anggota sidang yakni Kadiv Propam Polri Irjen Syahardiantono, Sahli Sosbud Kapolri Irjen Hendro Pandowo, dan Kakorbinmas Baharkam Polri Irjen Hary Sudwijanto.
Napoleon sendiri dijerat Pasal 13 ayat (1) PP Nomor 1 Tahun 2003 tentang Pemberhentian Anggota Polri Jo Pasal 7 ayat 1 huruf b, Pasal 7 ayat (1) huruf c, Pasal 13 ayat (1) huruf e dan Pasal 13 ayat (2) huruf a Perkap Nomor 14 Tahun 2011 tentang Kode Etik Profesi Polri.
Kasus Irjen Napoleon
Irjen Napoleon sempat tersandung kasus dugaan tindak pidana korupsi pencabutan red notice atas nama Joko Soegiarto Tjandra alias Djoko Tjandra saat menjabat sebagai Kadiv Hubungan Internasional Polri.
Dalam kasus ini, ada empat tersangka yang ditetapkan oleh penyidik Bareskrim. Djoko Tjandra dan Tommy Sumardi berstatus sebagai tersangka dan diduga sebagai pemberi suap.
Sementara Irjen Napoleon dan mantan Kepala Biro dan Pengawasan (Kakorwas) Penyidik Pegawai Negeri Sipil (PPNS) Bareskrim Polri Brigjen (Pol) Prasetijo Utomo diduga menerima suap.
Napoleon dijatuhi hukuman 4 tahun penjara di Pengadilan Tindak Pidana Korupsi (Tipikor) Jakarta. Namun, Napoleon mengajukan kasasi atas putusan tersebut.
Singkatnya, kasasi yang diajukan Napoleon ditolak pada 3 November 2021 oleh Mahkamah Agung (MA).
Selanjutnya, Napoleon kembali menjalani sidang atas kasus penganiayaan. Dia menganiaya M. Kace hingga memeperkan kotoran manusia.
Dalam perkara ini, Napoleon divonis oleh Pengadilan Negeri Jakarta Selatan pada 15 September 2022 lalu.
Napoleon divonis 5,5 bulan penjara. Dia juga mengajukan kasasi terkait vonis itu namun ditolak MA.
Bebas dari Penjara
Eks Kadiv Hubungan Internasional Polri Irjen Napoleon akhirnya bebas dari penjara atas dua kasus yang menimpanya.
Kabag Humas dan Protokol Ditjen Pemasyarakatan (Pas) Kemenkumham, Rika Aprianti membenarkan jika Napoleon sudah bebas melalui program pembebasan bersyarat.
"Sudah (bebas), menjalani Program Pembebasan Bersyarat," kata Rika saat dihubungi, Jumat (4/8/2023).
Rika mengatakan Napoleon sudah bebas sejak bulan April 2023 yang lalu melalui program tersebut.
"(Bebas sejak) 17 April 2023," singkatnya