News

Bisnis

Super Skor

Sport

Seleb

Lifestyle

Travel

Lifestyle

Tribunners

Video

Tribunners

Kilas Kementerian

Images

Program Peremajaan Rakyat Disebut Jadi Cara Bangun Industri Kelapa Sawit Indonesia Berkelanjutan 

Penulis: Reza Deni
Editor: Wahyu Aji
AA

Text Sizes

Medium

Large

Larger

Ilustrasi perkebunan kelapa sawit

TRIBUNNEWS.COM, JAKARTA - Industri kelapa sawit disebut memiliki peran yang sangat vital dalam perekonomian Indonesia.

Sebagai salah satu produsen terbesar dan eksportir utama minyak kelapa sawit di dunia, industri ini memberikan kontribusi yang signifikan terhadap pendapat ekspor negara, menjaga keseimbangan perdagangan dan mendorong penerimaan devisa pemerintah.

Ketua Indonesia Palm Oil Strategic Studies (IPOSS) Dono Boestami mengatakan industri kelapa sawit juga menciptakan banyak lapangan kerja baik di perkebunan maupun fasilitas pengolahan, dan memberikan dampak positif terhadap pengurangan tingkat pengangguran di wilayah pedesaan.

“Dari perspektif ekonomi sirkular, industri kelapa sawit juga berperan dalam memacu pertumbuhan ekonomi di sekitar wilayah perkebunan, melalui dorongan permintaan akan berbagai barang dan jasa,” kata Dono Boestami kepada wartawan, Rabu (6/9/2023).

Diutarakannya, berdasarkan hasil penelitian yang dilakukan oleh Ryan B Edwards dari Stanford University mengungkapkan bahwa perkembangan industri kelapa sawit telah memberikan kontribusi positif terhadap pertumbuhan ekonomi dalam dekade terakhir.

“Adapun fokus penelitiannya meliputi aspek-aspek ekonomi dan dampak sosial dari pertumbuhan penanaman dan ekspor minyak kelapa sawit,” terangnya.

“Penelitian ini mengidentifikasi manfaat yang dihasilkan dari komoditas kelapa sawit, seperti peningkatan pendapatan bagi petani kecil dan perusahaan besar,” sambungnya.

Dono mengatakan, melalui pendekatan empiris, penelitian ini membandingkan daerah yang terpengaruh secara signifikan dengan daerah yang kurang terpengaruh, guna mengevaluasi dampaknya terhadap kemiskinan lokal dan pola pengeluaran rumah tangga.

Lanjutnya, secara kuantitatif, sekitar 10 juta penduduk terlibat dalam perkebunan rakyat baik secara langsung maupun tidak langsung. Secara lebih khusus, riset itu menyajikan data bahwa ada sekitar 1,3 juta orang di pedesaan yang terkait langsung dengan kegiatan usaha perkebunan rakyat dapat dibantu keluar dari garis kemiskinan.

Dono menyebutkan penelitian ini menegaskan pentingnya akses lahan, terutama bagi petani kecil, sebagai pendorong utama pertumbuhan sektor ini. 

"Temuan lainnya juga mengindikasikan adanya efek positif berupa munculnya proto urbanisasi, yaitu timbulnya kota-kota kecil di sekitar fasilitas pengolahan, yang pada akhirnya memberikan kontribusi terhadap pertumbuhan ekonomi wilayah yang sebelumnya memiliki keterbatasan peluang ekonomi,” jelas Dono.

Meskipun peran penting industri kelapa sawit dalam ekonomi Indonesia sudah sangat terasa, terutama dalam penciptaan lapangan kerja dan pembentukan komunitas, Doni menyebut terdapat sejumlah tantangan yang perlu diatasi, khususnya terkait dengan peran petani kecil yang memiliki perkebunan kelapa sawit dengan luas kurang dari 4 hektar. Para petani ini, yang memiliki peran sentral dalam pasokan bahan baku industri, menghadapi kendala seperti produktivitas yang rendah dan isu lingkungan.

Baca Selanjutnya: Program peremajaan sawit rakyat tak optimal apkasindo keluhkan sulitnya legalitas lahan

Dono pun mengungkapkan, dari hasil analisis INOBU dan Penelitian Pakar Perkebunan Institut Pertanian Bogor (IPB) Prof Yanto Santosa, profil petani sawit ini rata-rata berada dalam usia produktif dengan luasan kebun yang dikelola tidak lebih dari 4 ha dan mayoritas petani sudah menekuni usaha di perkebunan sawit sekitar 10 tahun.

Dikatakan Dono, keberadaan kebun sawit rakyat memberikan pekerjaan yang layak bagi masyarakat, sekalipun level pendidikan mereka relatif rendah, pendapatan petani sawit berada di atas rata-rata upah minimum nasional. Mereka pun bisa menghidupi keluarganya dengan layak. 

Meski demikian, produktivitas kebun petani sawit ini masih sangat rendah pada kisaran 2-3 ton per hektar per tahun. Bandingkan dengan produksi yang bisa dicapai oleh perkebunan swasta yang mencapai 5-6 ton per hektare per tahun. Persoalan utama adalah usia pohon yang sudah tua, rata-rata di atas 25 tahun. 

Di sisi lain, perkebunan rakyat cenderung menggunakan benih yang secara kualitas kurang baik dan belum menerapkan prinsip pertanian yang baiik.

“Produktivitas kebun yang rendah itu jelas berpengaruh terhadap pendapatan dari petani rakyat yang akhirnya berujung pada tingkat kesejahteraan keluarga mereka. Untuk meningkatkan pendapatan petani, terdapat risiko para petani melakukan perluasan kebun dengan melakukan land clearing secara illegal yang menyebabkan terjadi perubahan fungsi lahan dan hutan secara tidak terkendali,” tuturnya.

Program PSR

Dono menyebut, hal itu yang menjadi alasan utama mengapa intervensi kepada petani sawit ini sangat penting. 

Tercatat, pemerintah Indonesia telah meluncurkan Program Peremajaan Sawit Rakyat (PSR) pada tahun 2017. 

"Tujuan utama dari program ini adalah untuk meremajakan perkebunan kelapa sawit yang dimiliki oleh petani kecil, guna meningkatkan produktivitas secara berkelanjutan," katanya.

Dia menjelaskan, program PSR merupakan inisiatif langsung dari Presiden Joko Widodo (Jokowi), dengan tujuan yang sederhana namun dalam yaitu untuk meningkatkan produktivitas perkebunan kelapa sawit milik petani kecil melalui peremajaan pohon kelapa sawit, sehingga hasil buah sawit yang dihasilkan lebih melimpah.

Untuk mencapai tujuan ini, program PSR dibangun di atas empat pilar utama, yakni legalitas kepemilikan lahan, keberlanjutan, sertifikasi Kelapa Sawit Berkelanjutan Indonesia (ISPO), serta peningkatan produktivitas.

Dalam hal legalitas dan keberlanjutan, Program PSR dapat memastikan keabsahan kepemilikan lahan, sehingga para petani yang terlibat memiliki dokumen resmi atas tanah yang mereka kelola. Prinsip-prinsip keberlanjutan turut diusung oleh program ini, dengan menemukan keseimbangan antara usaha peremajaan dan pelestarian lingkungan.

"Pada saat panen pertama, program ini juga memiliki tujuan untuk meraih sertifikasi ISPO, sebagai bentuk komitmen terhadap prinsip-prinsip keberlanjutan, serta sebagai bukti nyata komitmen terhadap praktik produksi minyak kelapa sawit yang etis dan bertanggung jawab," kata Dono.

Inti dari Program PSR adalah peningkatan produktivitas. Program ini memiliki ambisi untuk meningkatkan produktivitas hingga mencapai 10 metrik ton tandan buah segar per hektar setiap tahunnya. 

"Dengan demikian, program ini bukan hanya berupaya meningkatkan jumlah produksi, tetapi juga berusaha melakukannya pada lahan yang sudah ada, menghindari perluasan lahan baru," katanya

Jika berhasil dijalankan dengan baik, Program PSR akan memberikan sejumlah manfaat yang signifikan bagi kehidupan petani kecil, industri kelapa sawit, dan lingkungan.

"Melalui penggantian pohon-pohon tua dengan varietas tanaman yang menghasilkan lebih banyak tandan buah segar, program ini akan mendorong efisiensi produksi dan potensi pendapatan petani," ujarnya.

Upaya peremajaan ini juga memiliki peran penting dalam menjaga keberlanjutan lingkungan, dengan tujuan mengurangi degradasi lahan dan mendorong praktik pertanian yang ramah lingkungan. 

Jika produktivitas dapat ditingkatkan, kesejahteraan petani kecil dapat meningkat secara otomatis melalui hasil panen yang lebih baik dan pendapatan yang lebih stabil.

"Program ini juga memberikan kontribusi pada upaya konservasi. Melalui peremajaan perkebunan yang sudah ada, program ini membantu meminimalisir tekanan untuk membuka lahan baru, yang pada akhirnya dapat berfungsi sebagai bentuk perlindungan terhadap risiko deforestasi," kata dia

Selain itu, Program PSR membuka peluang penggunaan teknologi pertanian canggih, dengan memperkenalkan varietas varietas kelapa sawit yang lebih unggul dan mengadopsi praktik Pertanian yang Baik (Good Agricultural Practice/GAP).

Baca Selanjutnya: Pola kemitraan dinilai bantu percepatan peremajaan sawit rakyat

Di luar wilayah perkebunan, Program PSR juga berpotensi mendorong perkembangan di pedesaan, dengan menciptakan lapangan kerja baru dan meningkatkan peluang mata pencaharian di daerah yang sangat bergantung pada produksi minyak kelapa sawit.

“Pendekatan perbaikan produktivitas melalui peremajaan juga dipandang cukup efektif  sebagai strategi yang efektif dalam pengembangan industri kelapa sawit di Indonesia,” imbuhnya.

“Namun dalam praktiknya, pelaksanaan program PSR menghadapi beberapa tantangan, salah satunya berkaitan dengan pencapaian target yang telah ditetapkan. Selama periode tahun 2016 hingga 2022, realisasi subsidi dari Badan Pengelola Dana Perkebunan Kelapa Sawit (BPDPKS) untuk Program Peremajaan Sawit Rakyat (PSR) mencapai jumlah yang signifikan, yaitu Rp7,5 triliun," kata dia lagi

Dari alokasi dana subsidi tersebut, sejumlah rekomendasi teknis untuk program PSR sebanyak 278 ribu hektar telah dihasilkan, tetapi realisasi lapangan baru mencakup 2.73 ribu hektar.

Kritik terhadap pelaksanaan Program PSR ini juga datang dari anggota dari Komisi IV DPR RI Yohanis Fransiskus Lema. Kritik yang disampaikannya berfokus pada implementasi Program PSR yang semula ditargetkan untuk mencakup luasan 180 ribu hektar per tahun, dari total 540 ribu hektar dalam periode 2017-2023, namun belum sepenuhnya tercapai hingga saat ini.

Persoalan legalitas lahan ternyata paling krusial. Kepemilikan sertifikat hak milik masih minim, serta adanya indikasi masuk kawasan hutan, ataupun tumpang tindih kebun rakyat dengan HGU (Hak Guna Usaha) dan hak tanah lainnya.

Persoalan teknis lainnya meliputi pemilihan bibit yang tepat, pengelolaan lahan efisien, serta pengendalian hama dan penyakit. Pemilihan bibit yang baik penting untuk hasil optimal.

Pengelolaan lahan harus memperhatikan aspek pemupukan, irigasi, dan pemangkasan. Pengendalian hama dan penyakit juga penting untuk pertumbuhan tanaman yang sehat. Solusinya adalah meningkatkan pengetahuan dan keterampilan petani melalui pelatihan, pendampingan, dan dukungan teknis.

Pemerintah perlu memberikan bantuan finansial, pupuk, pestisida, dan obat-obatan untuk mendukung keberlanjutan. Program PSR juga harus mengawasi peredaran bibit berkualitas rendah atau terinfeksi. Dengan implementasi ini, program peremajaan sawit rakyat diharapkan berhasil memberikan manfaat maksimal bagi petani.

Selain soal target pelaksanaan yang belum sesuai, komitmen terhadap praktik berkelanjutan menjadi sangat penting untuk mencegah lebih lanjutnya kerusakan lingkungan.

Tantangan lainnya melibatkan upaya memastikan hak kepemilikan lahan bagi petani kecil, di mana masih banyak lahan yang dimiliki oleh petani kecil belum memiliki legalitas yang sah. Dalam hal ini, perlu dilakukan evaluasi cermat untuk menjamin keseimbangan antara biaya dan manfaat ekonomi dari program ini, guna memastikan kelangsungan jangka panjang. Namun, tantangan paling penting adalah menjaga prinsip distribusi manfaat yang adil, sehingga melibatkan seluruh petani kecil dan komunitas lokal.

Selain itu, kesinambungan program ini juga bergantung pada ketegasan dalam pengaturan dan penegakan hukum, untuk memastikan bahwa program ini berjalan selaras dengan prinsip-prinsip berkelanjutan dan regulasi lingkungan yang berlaku.

Meskipun dianggap sebagai harapan baru, Program PSR mencerminkan komitmen Indonesia untuk menggabungkan kemakmuran ekonomi dengan tanggung jawab lingkungan dan sosial di sektor kelapa sawit.

Dalam konteks program ini, perhatian khusus diberikan pada petani kecil di perkebunan, dan keberhasilan program ini sangat tergantung pada respon pasar terhadap minyak kelapa sawit berkelanjutan, yang harus responsif terhadap perubahan preferensi konsumen yang semakin peduli terhadap lingkungan.

Dapatkan Berita Pilihan
di WhatsApp Anda

Berita Populer

Berita Terkini