News

Bisnis

Super Skor

Sport

Seleb

Lifestyle

Travel

Lifestyle

Tribunners

Video

Tribunners

Kilas Kementerian

Images

Survei LPI: 62 Persen Publik Tak Yakin KPK Jadi Alat Politik di Pemilu 2024

Penulis: Hasanudin Aco
Editor: Willem Jonata
AA

Text Sizes

Medium

Large

Larger

Jumpa pers hasil survei bertajuk 'Peran KPK dalam Pelaksanaan Pemilu Bersih' di Aryaduta Hotel, Jakarta, Rabu (6/9/2023).

Laporan Wartawan Tribunnews.com, Hasanudin Aco

TRIBUNNEWS.COM, JAKARTA - Lembaga Pemilih Indonesia (LPI) mempublikasikan hasil survei terbaru mengenai peran KPK dalam Pemilu bersih.

Hasilnya menunjukkan bahwa mayoritas publik tidak yakin Komisi Pemberantasan Korupsi (KPK) dijadikan alat atau instrumen politik kelompok tertentu di Pemilu 2024. 

Mayoritas publik percaya KPK akan bekerja sesuai ketentuan berlaku termasuk menjamin penyelenggaraan Pemilu 2024 bersih.

"Mayoritas responden, sebesar 62,75 persen menilai tidak yakin bahwa KPK dapat dijadikan instrumen politik tertentu dalam menghadapi perhelatan pemilu 2024," ujar Wakil Direktur LPI Ali Ramadhan dalam rilis hasil survei bertajuk 'Peran KPK dalam Pelaksanaan Pemilu Bersih' di Aryaduta Hotel, Jakarta, Rabu (6/9/2023).

Baca juga: Pakar Kebijakan Publik Minta KPK Awasi Potensi Korupsi Jelang Pemilu

Ali mengatakan dari hasil survei menunjukkan bahwa sebanyak 15,25 persen responden yang belum yakin KPK akan dijadikan alat politik, lalu 8,15 persen responden cukup yakin KPK dijadikan alat politik, sebanyak 12,35 persen responden sangat yakin KPK dijadikan alat politik dan sisanya tidak menjawab.

"Jadi, KPK perlu bekerja secara optimal lagi agar bisa meyakinkan 12,35 responden yang menilai KPK bisa saja menjadi instrumen politik kekuasaan dengan misi politik tertentu. KPK tinggal fokus saja pada kerja-kerja pemberantasan korupsi," tandas Ali.

Apalagi, kata Ali, mayoritas responden pesimis bahwa pelaksanaan pemilu 2024 dapat bersih dari praktik korupsi. Sebanyak 95,50 persen responden tidak yakin bahwa hal itu bisa terwujud.

Mayoritas dari mereka melihat bahwa praktik korupsi telah menjadi budaya politik yang kerap terjadi dalam perhelatan pemilu. 

"Sebagian kelas menengah intelektual menilai, budaya korupsi itu muncul oleh sebab biaya demokrasi elektoral yang tinggi. Situasi itu diperburuk oleh mata rantai kemiskinan dan kesadaran elit maupun (persepsi) publik yang bagi sebagian responden relatif masih minim," ungkap Ali.

Tak hanya itu, kata Ali, survei LPI ini menunjukkan bahwa secara umum publik masih berharap agar KPK dapat mengambil peran strategis untuk menciptakan pemilu 2024 bersih dari praktik korupsi.

Dari data survei, sebesar 60,25 persen responden mempercayai KPK dapat mengambil peran aktif dan berkolaborasi dengan banyak pihak.

Mayoritas responden menilai, pemilu merupakan momentum strategis bagi KPK untuk menekan laju korupsi politik.

"Dari data survei terlihat bahwa modus korupsi berpotensi terjadi pada penyalahgunaan
kewenangan.

Sebanyak 40,55 persen responden menilai bahwa aktor politik atau politisi yang tengah menjabat sebagai pejabat publik sangat rawan memanfaatkan kuasanya untuk kepentingan politik elektoral," pungkas Ali.

Survei LPI digelar pada 20-31 Agustus 2023 terhadap 934 responden yang merupakan kelas menengah intelektual. Margin of error dari ukuran sampel tersebut sebesar ±2,95 pada tingkat kepercayaan 95%.

Survei ini menggunakan purposive sampling di mana subjek yang diambil oleh peneliti sebagai sampel berdasarkan beberapa pertimbangan tertentu, memiliki kriteria khusus dan sesuai dengan tujuan penelitian.

Sementara kelas menengah intelektual yang dimaksud dalam survei ini adalah kelompok masyarakat berpendidikan tinggi (S1, S2, S3) yang secara sadar dan aktif mengawasi kinerja KPK serta memiliki harapan yang besar terhadap perbaikan kondisi hukum di Indonesia terutama dalam hal pemberantasan korupsi.

Kelas menengah intelektual terdiri dari para ahli/pengamat, dosen/pakar, akademisi, peneliti, anggota LSM/NGO, aktivis/pegiat antikorupsi.

Dapatkan Berita Pilihan
di WhatsApp Anda

Berita Populer

Berita Terkini