Sejak adanya kejadian tersebut, orang-orang yang pernah aktif di radio pada masa kependudukan Jepang menyadari radio merupakan alat komunikasi yang diperlukan Pemerintah Indonesia untuk memberikan informasi dan berkomunikasi dengan rakyat.
Hingga kemudian, para wakil dari 8 bekas radio Hosu Kyoku mengadakan pertemuan bersama pemerintah di Jakarta.
Pada 11 September 1945 pukul 17.00, delegasi radio sudah berkumpul di bekas gedung Raad Van Indje Pejambon dan diterima sekretaris negara.
Delegasi radio yang saat itu hadir dalam pertemuan di antaranya Abdulrahman Saleh, Adang Kadarusman, Soehardi, Soetarji Hardjolukita, Soemarmadi, Sudomomarto, Harto dan Maladi.
Pertemuan tersebut diketuai oleh Abdulrahman Saleh.
Pada saat pertemuan, Abdulrahman Saleh menyampaikan garis besar rencana pada pertemuan tersebut.
Baca juga: Hari Olah Raga Nasional Tahun 2023, Menhan Prabowo: hanya Bangsa yang Kuat yang Bisa Berhasil
Satu di antaranya yakni mengimbau pemerintah untuk mendirikan radio sebagai alat komunikasi antara pemerintah dengan rakyat.
Hal tersebut perlu dilakukan mengingat tentara sekutu akan mendarat di Jakarta akhir September 1945.
Radio dipilih sebagai alat komunikasi karena lebih cepat dan tidak mudah terputus saat pertempuran.
Pertemuan tersebut menghasilkan kesimpulan, di antaranya:
1. Dibentuknya Persatuan Radio Repubik Indonesia yang akan meneruskan penyiaran dari delapan stasiun di Jawa
2. Mempersembahkan RRI kepada Presiden dan Pemerintah RRI sebagai alat komunikasi dengan rakyat
3. Mengimbau agar semua hubungan antara Pemerintah dan RRI disalurkan melalui Abdurahman Saleh
Simpulan tersebut akhirnya mendapat persetujuan dari pemerintah siap membantu RRI meski mereka tidak sependapat dalam beberapa hal.