TRIBUNNEWS.COM, JAKARTA - Kementerian Pendidikan, Kebudayaan, Riset, dan Teknologi (Kemendikbudristek) melalui Direktorat Perfilman, Musik, dan Media, Direktorat Jenderal Kebudayaan (Ditjen Kebudayaan), bersama Irama Nusantara menggelar pameran arsip musik bertajuk “Dari Ngak-Ngik-Ngok ke Dheg Dheg Plas.”
Pameran ini dibuka pada Sabtu (16/9/2023) pukul 16.00 WIB di Museum Kebangkitan Nasional, Jakarta.
Pameran berlangsung selama satu bulan penuh hingga Minggu (15/10/2023) mendatang.
Direktur Perfilman, Musik dan Media, Ahmad Mahendra mengungkapkan bahwa selain menyuguhi koleksi-koleksi antik nan klasik, pameran arsip “Dari Ngak-Ngik-Ngok ke Dheg Dheg Plas” adalah sarana untuk mengedukasi masyarakat tentang sejarah perkembangan Musik Populer di Indonesia.
“Harapannya, program ini dapat menggambarkan bagaimana industri musik Indonesia dirintis lewat karya-karya fenomenal yang memiliki nilai-nilai sosial, teknologi, budaya,” kata Mahendra dalam keterangan yang diterima.
Pameran arsip “Dari Ngak-Ngik-Ngok ke Dheg Dheg Plas” menjadi bagian dari program Rangkaian Irama yang menandai perjalanan satu dekade Irama Nusantara.
Selain pameran arsip, terdapat tiga program lain dalam gelaran Rangkaian Irama, yaitu konferensi para pengarsip terkait budaya populer Indonesia, forum diskusi, dan festival musik.
Pameran menampilkan perjalanan musik populer Indonesia mulai pra-1960 hingga 1969.
Materi pameran ini merupakan pengembangan dari buku “Dari Ngak-Ngik-Ngok ke Dheg Dheg Plas” yang pernah dirilis Irama Nusantara bersama Bintang Press dan Norrm pada 2021.
Keseluruhan materi pameran disajikan secara kontemporer melalui mural, audio visual, dan tentu saja koleksi-koleksi asli berbentuk fisik.
Pameran terbagi ke dalam tiga zona, yaitu zona yang menampilkan awal perkembangan industri musik populer Indonesia (pra-1960), zona kedua yang menampilkan perkembangan industri musik populer di bawah kekuasaan Orde Lama (1960-1965), dan zona akhir yang berisi perkembangan industri populer Indonesia di bawah kekuasaan Orde Baru (1966-1969).
Melalui pameran ini, pengunjung disuguhi ragam koleksi yang bukan hanya langka, tetapi juga bersejarah.
Antara lain foto-foto musisi zaman Hindia Belanda, rilisan musik salah satu label pertama di Nusantara, Tio Tek Hong (tahun 1905), informasi tentang lagu “Indonesia Raya” pertama kali direkam, sampai dokumentasi pembakaran piringan hitam The Beatles di Jakarta tahun 1965 akibat pelarangan “musik Barat” oleh Orde Lama.
Rekaman pidato “Manifesto Politik Republik Indonesia” oleh Bung Karno tahun 1959 yang akhirnya melahirkan istilah “Ngak-Ngik-Ngok” itu juga dapat dilihat dalam pameran ini.