TRIBUNNEWS.COM, JAKARTA - Musyawarah Nasiona (Munas) Alim Ulama yang digelar oleh Pengurus Besar Nahdlatul (PBNU) menghasilkan sejumlah rekomendasi terkait sikap NU dalam tahun politik khususnya menghadapi Pemilu 2024.
Koordinator Komisi Rekomendasi Munas-Konbes NU 2023 KH Ulil Abshar Abdalla membacakan hasil Komisi Rekomendasi menegaskan menegaskan bahwa NU tidak tertarik dan mau terlibat langsung dengan politik praktis.
Termasuk, soal dukungan terhadap satu nama maupun salah satu partai politik yang menjadi kontestasi Pemilu 2024.
Baca juga: Tindak Lanjuti Instruksi AHY, Demokrat Sulteng Siap Menangkan Prabowo di Pilpres 2024
"Terkait perkembangan atau situasi politik saat ini. Situasi pemilu 2024. Inti rekomendasi kita, adalah bahwa NU tidak tertarik untuk terlibat dalam politik dukung mendukung. Bukan politik untuk mendukung satu nama atau satu partai," ujar Ulil Abshar Abdalla dalam konferensi pers di Asrama Haji Pondok Gede, Jakarta, Selasa (19/9).
Menurut Ulil, NU berpolitik berdasarkan dengan nilai. Sehingga NU tidak mendukung sosok maupun partai tertentu.
Ulil juga menegaskan bahwa NU memperjuangkan nilai-nilai dalam berpolitik yang berpihak kepada kemaslahatan, kesejahteraan dan keadilan.
"Politik harus berdasarkan pada nilai-nilai kemaslahatan, kesejahteraan, dan keadilan. Itu adalah rekomendasi kita terkait politik elektoral," tutur Ulil.
Rekomendasi ini, kata Ulil, bersandar kepada Muktamar NU 1989 di Krapyak, Yogyakarta. Di mana, NU harus berpegang pada politik kebangsaan dan bukan pada politik praktis.
Baca juga: Sekjen PPP Sebut Jazilul PKB Sedang Melamun Karena Bilang Hanya Ada 2 Poros Koalisi di Pilpres 2024
Berikut pedoman berpolitik yang dirumuskan dalam Muktamar NU 1989:
- Politik bagi NU adalah bentuk keterlibatan warga negara dalam kehidupan berbangsa dan bernegara,
- Berpolitik haruslah didasarkan pada wawasan kebangsaan untuk jaga keutuhan bangsa,
- Berpolitik adalah wujud dari pengembangan kemerdekaan yang hakiki untuk mendidik kedewasaan warga guna capai kemaslahatan bersama,
- Berpolitik harus diselenggarakan dengan akhlakul karimah seusai dengan ajaran Ahlussunnah wal Jamaah,
- Berpolitik harus diselenggarakan dengan kejujuran didasari pada moralitas agama, konstitusional, adil, sesuai dengan norma-norma dan peran-peran yang disepakati,
- Berpolitik dilakukan untuk memperkokoh konsensus nasional, bukan malah menghancurkannya,
- Berpolitik dengan alasan apapun tidak boleh dilakukan dengan mengorbankan kepentingan bersama dan memecah belah bangsa,
- Perbedaan aspirasi berpolitik di kalangan warga NU harus tetap berjalan dalam suasana persaudaraan, tawaddu dan saling hargai satu sama lain,
- Politik harus mendorong tumbuhnya masyarakat yang mandiri sebagai mitra pemerintah. Sehingga penyelenggaraan negara tak boleh bersifat state heavy, melulu dikuasai pemerintah dengan abaikan aspirasi masyarakat.
Sementara, Ketua Umum Pengurus Besar Nahdlatul Ulama (PBNU) KH Yahya Cholil Staquf mengungkapkan makna pernyataan dirinya yang menyebut NU tidak akan pernah jauh dari Presiden Joko Widodo (Jokowi).
Di mana, pernyataan tersebut disampaikan dirinya membuka Munas Alim Ulama dan Konbes NU di Pondok Pesantren Al-Hamid, Cipayung, Jakarta, Senin (18/9) kemarin.
Menurut Gus Yahya, Jokowi telah menjadi bagian dari NU dengan menjadi Dewan Pengampu Gerakan Keluarga Maslahat Nahdlatul Ulama (GKMNU).
Sehingga, menurut Gus Yahya, Jokowi menjadi bagian yang tidak bisa jauh dari NU.
"Kenyataannya Nahdlatul Ulama sudah punya GKMNU dan Insinyur Haji Joko Widodo adalah salah seorang dewan pengampunya. Bagaimana bisa jauh, karena beliau nanti yang akan memberikan evaluasi arahan dan seterusnya," kata Gus Yahya dalam konferensi pers.